Surabaya (www.pilar.id) – Konsisten dan mendalami satu hal, memanglah tak mudah. Hal itulah yang dilakukan Helena Aprilia. Terjun di dunia seni tari balet sejak umur 5 tahun. Membuat dirinya semakin jatuh cinta pada tarian asal Prancis ini.
Helena tertarik dengan balet, saat dirinya melihat pakaian penari balet bak putri raja, dengan memakai rok mini yang mengembang dengan warna serba pink, sepatu balet dan menari yang diiringi musik klasik.
Semakin tahun, Helena semakin rajin berlatih dan mahir dalam menari balet. Kerap ia dengan teman-temannya juga mengisi acara pernikahan, jika ada acara menari baletnya. Meski tak dibayar seberapa, namun bagi Helena uang atau seberapa pun yang dikasih itu bonus “Bahkan dibayar kotak nasi saja pernah dan saya tidak pernah keberatan, yang penting saya melakukan hobi yang saya suka,” kenangnya.
Berlatih setiap Sabtu dan Minggu, membuat dirinya sempat iri dengan teman-teman sebayanya yang mustinya hari itu merupakan waktu yang tepat untuk berlibur dengan keluarga, tetapi Helena kecil harus berlatih balet. Namun hal itu tak menjadi masalah, karena balet sudah menjadi hiburan paling menyenangkan bagi wanita kelahiran 1997 ini. Ia juga merasa balet sudah menjadikan dirinya lebih dewasa dan mandiri sampai saat ini.
“Di balet saya belajar mandiri sedari kecil, dari berdandan, menyisir rambut, dan memakai kostum sendiri. Saya juga belajar menghargai posisi orang dari balet, karena sekecil apapun peran akan sangat mempengaruhi pertunjukan balet,” tuturnya.
Hingga dirinya lulus dari sekolah menengah atas (SMA), Helena bertekad untuk lebih memperdalam keahlian dan ilmunya ke seni tari balet yang ia cinta. Dengan melanjutkan pendidikan tingginya ke BFA National Taiwan University of Arts di tahun 2015. Meski dirinya mengakui jika langkahnya ini nekat, tetapi rasa cintanya dengan dunia balet membuat wanita kelahiran Surabaya ini
kekeh.
“Saya saat itu sudah mikir, saya akan sendiri dan kesepian, soalnya dari segi bahasa Mandarin saya belum seberapa menguasai, dan jarang banget orang Indonesia kuliah disana, yang saya tahu 10 orang dan saya satu-satunya dari Indonesia yang milih jurusan itu,” ucapnya.
Meski begitu, pemikiran tersebut di tepis oleh Helena dan akhirnya ia dapat lulus tepat waktu di tahun 2020. Selama di negeri yang khas dengan kue nanasnya itu, Helena dan teman sekelasnya sempat dipilih oleh universitas untuk menari balet di Istana Presiden pada Hari Nasional Taiwan ketika itu.
Membawa ilmu serta pengalaman berharga dari negeri Taiwan, ia akhirnya mendirikan sebuah kelas pembentuk tubuh yang menggunakan teknik-teknik atau gerakan balet di dalamnya yang ia beri nama Ballet Postur di Surabaya.
Ia menjelaskan kelas Ballet Postur terdiri dari 3 kelas. Yaitu kelas tari untuk anak-anak kecil yang tertarik menari ballet, kelas Ballet Postur untuk orang dewasa, yang khusus untuk membentuk postur tubuh, agar tubuh yang bungkuk kembali ke bentuk ataupun membentuk tubuh yang indah “Semacam yoga atau pillates, tetapi memakai teknik dan gerakan ballet,” jelasnya. Terakhir, kelas Ballet Klasik yang ditujukan bagi yang ingin belajar ballet lebih dalam lagi.
Walau sudah belasan tahun ia menggeluti dunia tari balet, ia mengaku jika kerap merasa bosan. Namun rasa bosan itu, ia hilangkan dengan kolaborasi dengan bidang lain “Seperti tarian saya diiringi oleh piano, atau mengajak teman-teman fotografi untuk berfoto di suatu tempat dan saya menari balet disana, jadi tidak monoton menari harus di panggung, yang penting saya berkarya dengan tarian saya,” pungkas Helena yang kini juga mengajar sebagai pengajar bahasa Mandarin. (jel)