Jakarta (pilar.id) – Pada pertandingan pertama Grup B Piala Dunia Qatar 2022, para pemain Tim Nasional Iran melakukan aksi protes terhadap pemerintah mereka yang sedang menerima gelombang demonstrasi dari masyarakat.
Aksi protes dan dukungan kepada gerakan anti-pemerintah tersebut mereka lakukan dengan tidak menyanyikan lagu kebangsaan saat bertanding melawan Inggris, Senin (21/11/2022) beberapa hari lalu.
Usai insiden lagu kebangsaan tersebut, beredar rumor bahwa pemain Iran mendapatkan tekanan dari pemerintah negaranya sendiri. Namun, isu tersebut dibantah oleh striker Iran, Mehdi Taremi.
Pemain yang berkarir di FC Porto tersebut menegaskan bahwa ia dan para pemain Iran lainnya, tidak berada di bawah tekanan pemerintah akibat tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan di pertandingan pertama Piala Dunia Qatar 2022.
Kondisi dalam negeri Iran memang sedang mengalami goncangan besar. Demonstrasi menentang pemerintah Iran terus menerus dilakukan oleh masyarakat di sana akibat pembunuhan terhadap perempuan muda, Mahsa Amini.
Mahsa Amini yang baru berusia 22 tahun sebelumnya ditangkap oleh kepolisian karena dianggap melanggar aturan berpakaian sesuai syariat islam. Belakangan, Amini ditemukan meninggal dunia saat masih berada dalam tahanan.
“Saya tidak suka membahas masalah politik tetapi kami tidak berada di bawah tekanan apa pun,” kata Taremi dalam konferensi pers menjelang pertandingan keduanya di Grup B melawan Wales hari ini, Jumat (25/11/2022).
Taremi juga menyatakan bahwa ia enggan menjawab pertanyaan terkait politik di konferensi pers jelang pertandingan. Ia lebih memilih bicara politik secara pribadi atau melalui media sosialnya sendiri alih-alih mewakili timnya.
Taremi juga menegaskan bahwa ia, bersama dengan para pemain Iran lain, datang ke Qatar untuk fokus bermain sepakbola dan menampilkan permainan terbaik di kompetisi terbesar dunia tersebut.
“Saya tahu pertanyaan semacam ini akan diajukan tetapi apa pun yang saya katakan, itu tidak masalah karena sejumlah orang akan menulis apa pun yang ingin mereka tulis. Jadi saya lebih suka membicarakan masalah politik secara pribadi atau di media sosial saya sendiri,” tambahnya.
Meski, Taremi juga tidak memungkiri bahwa pemain sepakbola memiliki kekuatan besar untuk bisa mengubah banyak hal. Termasuk kondisi politik dan sosial di masyarakat.
“Saya dan ribuan orang seperti saya memiliki kekuatan untuk mengubah banyak hal,” sambung dia.
Pelatih Iran Carlos Queiroz juga mengaku tidak percaya olahraga dan politik harus dicampuradukkan.
“Kami tidak ingin mencampuradukkan isu-isu semacam itu saat kami bermain sepak bola,” kata pelatih berpengalaman asal Portugal itu.
“Yang saya anggap aneh, sebagai warga dunia yang rendah hati, adalah Anda tidak mengajukan pertanyaan yang sama kepada pelatih lain dari tim nasional lain. Menurut saya ini tidak adil.”
Di sisi lain, mantan pemain timnas Iran bernama Voria Ghafouri pada Kamis (24/11/2022), ditangkap oleh pemerintah Iran karena mendukung protes dan demonstrasi yang ada di Iran saat ini.
Ghafouri yang pernah membela Iran sebanyak 28 kali hingga 2019, ditahan atas tuduhan menyebarkan propaganda melawan Iran.
Penangkapan pada Kamis tersebut, tidak hanya terjadi kepada Ghoufari. Menurut Kepala HAM PBB, Volker Turk setidaknya ada 14.000 orang, termasuk anak-anak, ditangkap atas protes tersebut. Enam diantaranya bahkan dijatuhi hukuman mati. (fat)