Beberapa hari belakangan, ramai di linimasa sosial media maupun di beberapa media massa baik TV, Online maupun Radio yang membahas tentang tayangan dokumenter bersumber dari kejadian nyata yang dikemas secara apik di Netflix bertajuk The Tinder Swindler.
Diceritakan dalam tayangan tersebut bahwa ada seorang pemuda anak pengusaha berlian terkenal dari Israel bernama Simon Leviev, yang menyajikan kehidupan glamornya ala Borjuis Eropa di sosial media (Tinder & Instagram) yang dia miliki.
Pesawat jet, beragam mobil mewah, pesta yang luar biasa dan pakaian yang penuh dengan merk ternama terjadi dalam kehidupan Sosial Media yang ditampakkan oleh Simon Leviev.
Tak pelak dengan ketampanan dan berlimpahnya harta serta kemewahan yang disajikan membuat sejumlah wanita tertarik untuk match dengannya.
Kisah menjadi menarik, setelah ada satu wanita bernama Cecilie Fjellhoy berasal dari Oslo Norwegia yang berhasil match dengan Simon. Sosok Cecilie disajikan serba jetset, persis yang dia lihat di sosial media lelaki itu.
Tak lama cerita berkembang, sang anak pengusaha berlian tersebut harus terbang lintas negara untuk menjalankan bisnisnya.
Di tengah perjalanan bisnisnya, Simon menyampaikan bahwa dia dan anggotanya diteror oleh musuhnya sehingga semua akses kartu kredit dan debit miliknya harus ditinggalkan agar tidak dapat di-trace keberadaannya oleh musuhnya.
Cecilie, kekasih Simon, merasa ketakutan dan berpikir orang yang dia sayangi berada dalam kondisi bahaya dan harus dibantu, singkatnya Cecilie dengan bantuan Simon mendapatkan kartu kredit American Express atas nama Cecilie yang kemudian digunakan oleh Simon. Seiring waktu, kebutuhan uang dan penggunaan kartu kredit membengkak hingga sedikitnya 250 ribu Dollar AS.
Cecilie adalah satu contoh kecil dari tiga wanita lainnya dari dokumenter tersebut yang bernasib sama. Yaitu menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh Simon Leviev.
Ibarat ‘The Iceberg Theory’, apa yang menimpa Cecilie baru puncak gunung es dari rangkaian kejadian penipuan yang dijalankan secara apik dan nyaris tanpa cela dengan skema ponzie oleh Simon dengan menjerat sejumlah wanita untuk menjalankan aksinya dan merugikan hingga Jutaan Dolar.
Media Massa Menjadi Rujukan Fakta
Merasa dirugikan, Cecilie memberanikan diri untuk menghubungi salah satu media massa di Norwegia yaitu VG. Cecilie memberikan seluruh bukti percakapan, video, foto, voice notes antara dia dan Simon sebagai langkah awal bagi VG untuk melakukan Jurnalisme Investigasi.
VG berhasil mengembangkan informasi awal dari Cecilie hingga menemukan korban selanjutnya. Ia juga berhasil menemukan identitas asli Simon Leviev yang memiliki nama Shimon Yehuda Hayut. Seorang Israel yang berasal dari keluarga Yahudi Orthodox di pemukiman padat penduduk di Tel Aviv. Di Israel, Shimon juga tengah diburu oleh pihak aparat atas kasus penipuan.
Investigasi VG atas kasus Simon Leviev terus berkembang dan akhirnya pada 2019 langkahnya terhenti setelah korbannya melaporkan kepada pihak aparat bahwa Simon menggunakan paspor palsu untuk masuk sebuah negara.
Simon kemudian ditangkap atas kasus paspor palsu kemudian diekstradisi ke Israel untuk menjalani hukumannya selama sekitar 6 bulan penjara. Setelah menjalani masa hukuman, Simon melenggang menjadi orang bebas dan kembali menjalani kehidupannya di sosial media.
Bersamaan dengan masa tayang The Tinder Swindler di Netflix, informasi tentang aksi penipuan semacam ini makin viral, dan pihak Tinder akhirnya membekukan akunnya.
Media Massa Vs Social Media
Berangkat dari kisah ini, kita dapati bahwa media massa masih sangat relevan untuk digunakan sebagai rujukan penyaji fakta, karena dalam penyajian sebuah informasi, jurnalis harus melakukan langkah-langkah investigasi dan pencarian informasi rujukan yang kredibel lainnya sebelum akhirnya merajut informasi dan data tersebut dalam sebuah narasi cerita.
Media Massa memiliki tatanan yang baku dan dapat dipertanggungjawabkan. Media Massa atau Pers menurut KBBI adalah “sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas”.
Sementara, Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, media adalah sarana menyampaikan informasi yang dilakukan oleh pers.
Pers adalah lembaga sosial atau wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak atau media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. (Pasal 1).
Isi Media Massa, umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan yang merupakan produk jurnalistik atau jenis-jenis tulisan jurnalistik, yakni Berita (News), yakni tulisan, gambar, audio, atau video berisi informasi atau laporan peristiwa terbaru.
Kemudian Opini (Views), disebut juga artikel opini, adalah tulisan berisi pendapat, analisis, ulasan, atau pemikiran tentang masalah atau isu aktual.
Lalu Karangan Khas (Features), tulisan berisi gabungan fakta dan opini yang ditulis dengan gaya bahasa sastra layaknya cerpen atau novel. Foto dan video bernilai human interest termasuk kategori feature.
Di media massa, struktur organisasinya jelas, ada reporter, editor hingga pemimpin redaksi yang menjadi gatekeeper atau ada sebuah tahapan berjenjang untuk sebuah informasi itu dapat ditayangkan menjadi sebuah berita.
Sementara sosial media, sesuai karakter di sosial media menurut Gamble, Teri, dan Michael dalam Communication Works sebagaimana dikutip Wikipedia menyebutkan, media sosial mempunyai ciri-ciri, pesan yang di sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet.
Lalu pesan yang di sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper. Ciri lainnya, pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya, dan ciri terakhir penerima pesan yang menentukan waktu interaksi.
Jadi, untuk konteks kehati-hatian dan kewaspadaan bersama, kita sebagai pengguna sosial media dan penikmat media massa perlu lebih berhati – hati dalam mencari informasi. Lakukan proses cek fakta atas kebenaran sebuah informasi melalui media massa kredibel yang terdaftar di Dewan Pers.
Maka dari itu, mari kita lebih bijak dalam menggunakan sosial media, jadikan sosial media itu sarana penyebaran informasi yang positif dan rekreasional serta jadikan media massa sebagai rujukan fakta. Selamat memperingati Hari Pers Nasional 2022.
*penulis adalah praktisi komunikasi