Jakarta (pilar.id) – Tahun ini menjadi momen istimewa dalam sejarah filsafat dengan memperingati 300 tahun kelahiran Immanuel Kant, salah satu tokoh utama dalam gerakan Pencerahan di Jerman.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan pemikiran Kant, Goethe-Institut Indonesien, bersama dengan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta dan Komunitas Salihara, mengadakan rangkaian simposium yang mencakup diskusi dan ceramah dari April hingga November 2024, tersebar di Jakarta dan Bandung.
Kant, lahir pada tanggal 22 April 1724 di Königsberg (sekarang Kaliningrad) dan meninggal pada tanggal 12 Februari 1804 di usia 79 tahun, dikenal melalui karya pentingnya, “Kritik atas Akal Budi Murni” (Critique of Pure Reason), yang diterbitkan pada tahun 1781 dan dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah pemikiran filsafat.
Simposium dibuka dengan ceramah dari Profesor Matthias Lutz-Bachmann (Goethe-Universität Frankfurt, hadir secara daring) dan Profesor Franz Magnis-Suseno (Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta) di GoetheHaus Jakarta pada tanggal 22 April 2024, bertepatan dengan hari kelahiran Kant, mulai pukul 18.00 WIB.
Tema besar ceramah adalah “Hukum, Politik, dan Agama: Kelebihan, Batasan, dan Praktik Kantian dalam Konteks Indonesia & Global”. Karena kapasitas ruangan simposium telah penuh, acara ini juga dapat disaksikan secara daring melalui kanal YouTube Goethe-Institut Indonesien.
Profesor Matthias Lutz-Bachmann akan membahas “Kedamaian melalui Hukum? Tentang Kelebihan dan Batasan Filosofi Politik Kant” yang membahas landasan rasionalitas politik Kant yang bersifat universal dan tidak bersyarat.
Sementara itu, Profesor Franz Magnis-Suseno akan menyampaikan presentasi berjudul “Apakah Politik Indonesia Dapat Belajar Sesuatu dari Kant?” untuk merenungkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hal tata kelola pemerintahan, demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia. Diskusi akan dipandu oleh Retno Daru Dewi G.S. Putri (Jurnal Perempuan) sebagai moderator.
“Kant, sebagai seorang pemikir kosmopolitan, relevan dalam konteks isu-isu identitas, moralitas, martabat, dan kebebasan manusia. Simposium ini akan menyoroti warisan pemikirannya yang masih relevan hingga saat ini,” kata Dr. Ingo Schöningh, Kepala Bagian Program Budaya Goethe-Institut Indonesien. (hdl)