Sukoharjo (pilar.id) – Baju santai seperti di pantai. Canda kecil ini kerap muncul mengomentari siapapun yang mengenakan busana, sarung, bawahan, atau apapun bermotif warna-warni berbahan shantung ini.
Shantung adalah kain khas, ada yang menyebutnya dengan santung atau kain rayon, memiliki tekstur halus lembut dan dingin. Bahan ini juga yang melekat di sentra produksi kain pantai Mojolaban, tepatnya di Desa Laban, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Desa di tepian Bengawan Solo ini menjadi basis perajin kain warna-warni berbahan shantung yang tengah naik daun beberapa tahun terakhir. Kain pantai ini jadi langganan kota-kota besar Indonesia, seperti Bali, Bandung, dan Jakarta.
Bagi masyarakat Jawa Tengah, kain warna-warni berbahan shantung ini akrab disebut kain jumputan. Nama ini muncul karena cara pembuatannya yang dijumput atau diambil sebagian dengan ujung jari,
Seiring waktu, kain jumputan berubah nama sesuai bentuk. Ada mengkreasi jadi kaos, kain pantai, daster, dan lainnya. Tetapi bagi masyarakat umum, kain jumputan ini populer dengan citranya sebagai kain pantai, sinaran, pelangi, untiran, kembang, bahkan gajahan.
Perajin Desa Laban, seringnya memproduksi dari kain berukuran 20 hingga 30 meter berukuran 110 atau 120 centimeter, sesuai permintaan. Panjang kain ini tentu membutuhkan ruang ekstra untuk proses pengeringan.
Kegiatan pengeringan kain ini yang kemudian kerap jadi sasaran fotografer untuk mengabadikan. Kain pantai yang masih dalam bentuk lembaran super panjang dibentang para pekerja di atas bukit kecil. Kemudian diatur rapi agar semua sisi tersentuh sinar matahari.
Kini, Mojolaban menghasilkan rata-rata 2.000 meter kain pantai setiap hari, kecuali di musim hujan. Di musim ini, proses pengeringan butuh waktu lebih lama, sehingga volume produksi pun menyusut.
Tidak jelas betul, kapan Mojolaban merintis usaha kain pantai. Salah satu pekerja di tempat ini mengaku, usaha ini telah eksis sejak 20 tahun silam. Apapun, banyak keluarga di Mojolaban menyandarkan hidup pada usaha kain pantai.
Seiring naiknya popularitas kain pantai, Mojolaban pun bersinar sebagai destinasi wisata. Turis domestik dan mancanegara berdatangan ke tempat ini. Tak hanya berbelanja, tapi juga menonton proses produksi kain yang atraktif, utamanya pada tahap penjemuran.
Terbayang, di desa-desa produsen kain pantai seperti Laban, Gadingan, dan Wirun, warga bersama-sama membentangkan dan menjemur kain berwarna cerah di padang rumput. Membuat Mojolaban membentang bak lukisan raksasa penuh warna. (ful/hdl)