Jakarta (pilar.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pertumbuhan kredit perbankan hingga Maret 2022 sebesar 6,67 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Kenaikan terjadi di seluruh kategori debitur, terutama sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan ritel.
Sektor perdagangan mengalami pertumbuhan paling tinggi sebesar Rp20,2 triliun, disusul manufaktur Rp19,3 triliun dan rumah tangga Rp16,7 triliun. “Hal tersebut mencerminkan dukungan perbankan dalam pemulihan ekonomi nasional terus membaik,” demikian disampaikan OJK dalam keterangan resminya, di Jakarta, Kamis (28/4/2022).
OJK juga terus mendorong terbentuknya tingkat suku bunga perbankan yang lebih efisien. Rata-rata suku bunga tertimbang dari kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI), dan kartu kredit (KK) pada Maret 2022 tercatat sebesar 9,07 persen atau menurun dibandingkan periode sebelumnya, begitupun dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) yang menurun menjadi sebesar 7,38 persen.
Terkait profil risiko lembaga jasa keuangan pada Maret 2022 masih terjaga dengan rasio NPL gross menurun menjadi sebesar 2,99 persen dan rasio NPF perusahaan pembiayaan stabil di level 2,78 persen.
Selain itu, Posisi Devisa Neto (PDN) Maret 2022 kembali turun menjadi sebesar 1,37 persen atau berada jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Walaupun terdapat penyesuaian likuiditas perbankan sebagai dampak kebijakan kenaikan GWM Bank Indonesia, namun likuiditas industri perbankan pada Maret 2022 masih berada pada level yang sangat memadai. Hal tersebut tercermin dari rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing sebesar 143,64 persen dan 32,11 persen.
“Itu sudah di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen,” tulis OJK.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,95 persen yoy (1,32 persen mtm) terutama didorong oleh giro yang tumbuh sebesar Rp88,56 triliun.
Dengan demikian, OJK mencatat stabilitas sektor jasa keuangan hingga triwulan I tetap terjaga dan tumbuh seiring peningkatan fungsi intermediasi di sektor perbankan dan IKNB serta menguatnya pasar domestik.
Kondisi yang stabil tersebut, dibarengi dengan terkendalinya pandemi yang meningkatkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat telah mendorong pertumbuhan perekonomian nasional meskipun terdapat peningkatan tensi geopolitik di Eropa dan normalisasi kebijakan moneter global.
Data OJK juga mencatat bahwa tekanan eksternal terhadap perekonomian terlihat pada eskalasi perang Rusia-Ukraina, masih tingginya penyebaran Covid-19 di Tiongkok, dan ekspektasi percepatan normalisasi kebijakan moneter The Fed.
Masih berlanjutnya konflik Rusia-Ukraina dan lockdown di Tiongkok dikhawatirkan akan mengganggu global supply chain dan kenaikan harga komoditas. (ach/hdl)