Jakarta (pilar.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Hakim Agung Gazalba Saleh. Ia menjadi tersangka dalam dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua KPK Johanes Tanak menjelaskan, penahanan tersebut dilajikukan usai penyidik memeriksa Gazalba selama beberapa jam di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (9/12/2022). Gazalba ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, selama 20 hari ke depan atau hingga 27 Desember 2022.
“Untuk kepentingan proses penyidikan, tersangka GS (Gazalba) dilakukan penahanan oleh tim penyidik KPK,” kata Johanes, di Jakarta, Kamis (9/12/2022).
Kasus ini bermula ketika terjadi perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA), pada awal 2022. Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata, hingga berlanjut ke proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Jawa Tengah.
Pengurus koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka (HT) kemudian meminta Yosep Parera (YP), dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacaranya. HT melaporkan Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi Suparman karena diduga melakukan pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama PN Semarang, tetapi dinyatakan bebas.
Tak terima dengan putusan tersebut, jaksa kemudian mengajukan kasasi ke MA. HT kembali menugaskan YP dan ES untuk terus mengawal proses tersebut. Kedua kuasa hukum HT tersebut memanfaatkan kenalan lamanya, PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria (DY).
“Karena YP dan ES telah mengenal DY dengan baik, dan biasa bekerja sama DY untuk mengondisikan putusan, maka digunakanlah jalur DY,” kata Johanes.
Dalam kasus ini, Gazalba Saleh dan bawahannya dijanjikan uang Rp2,2 miliar. Suap itu diberikan melalui PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria, dan rekannya Nurmanto Akmal (NA). “NA kemudian mengkomunikasikan dengan Redhy Novarisza (RN) selaku staf hakim agung GS, dan Prasetio Nugroho (PN) selaku asisten hakim agung GS sekaligus orang kepercayaan dari GS,” kata dia.
GS kemudian ditunjuk menjadi majelis hakim yang menangani perkara Budi. Selama proses kasasi, RN dan PN selalu aktif mengkomunikasikan keinginan HT, YP dan ES kepada GS. HT ingin MA memutus Budi dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.
“Sebelumnya juga diduga telah ada penerimaan uang pengurusan perkara melalui DY, yang kemudian uang tersebut dibagi di antara DY, NA, RN, PN, dan GS,” kata Johanes. (ach/din)