Surabaya (pilar.id) – Proses reaktivasi jalur kereta api di Madura tidak serta merta harus segera direalisasikan. Proses ini, kata Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jatim Aliyadi Mustofa, mesti dilakukan secara bertahap sesuai aturan pemerintah.
“Jadi tahapan itu harus kita ikuti apa yang ada di Perpres 80, tidak semata-mata kemauan masyarakat Madura, tapi diterbitkan melalui peraturan presiden, makanya kita sebagai masyarakat Madura disamping ikut mengawal tetapi juga memberikan pemahaman kepada masyarakat Madura,” jelas Aliyadi.
Meski demikian, lanjutnya, Komisi B DPRD Jatim akan terus berupaya untuk mendorong percepatan ini.
“Salah satunya kita terus berkolaborasi dengan tokoh masyarakat, ulama Madura, Basra dan seterusnya” kata Aliyadi saat berbicara bersama Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Reaktivasi Kereta Api Madura, Siapa Untung?’ di Grand Inna Tunjungan Surabaya, Selasa (21/3/2023).
Reaktivasi jalur KA Madura sebetulnya sudah tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) No 80 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila), Kawasan Bromo Tengger Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.
Jalur rel KA di Madura, sebenarnya sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Hanya saja, saat ini, kondisinya sudah tidak aktif.
Setidaknya ada 14 stasiun pada jalur kereta sepanjang 225 kilometer di Pulau Madura. Jalur ini menghubungkan Stasiun Kamal di ujung barat Madura dan Stasiun Kalianget di Sumenep.
Reaktivasi jalur kereta api di Madura, harapnnya mampu mengurangi beban transportasi jalan darat nasional Madura yang selama ini sering macet. Khususnya di simpul-simpul pasar sepanjang perjalanan dari Bangkalan menuju Sumenep.
Harapan lain, reaktivasi juga mampu memberikan efek domino terhadap semua aspek kehidupan masyarakat Madura sehingga kesejahteraan masyarakatnya bisa meningkat. (hdl)