Jakarta (pilar.id) – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto mengungkapkan sepanjang tahun 2022 capaian kinerja SKK Migas mengalami penurunan di beberapa sektor.
“Reserve Replacement Ratio (RRR) cukup bagus mencapai 156 persen dari yang direncanakan 100 persen,” ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (18/1/2023).
Dwi menyebut salah satu peningkatan ini disebabkan selesainya berbagai main of development, sehingga cadangan yang ditemukan sudah bisa di monetisasi.
Kemudian, realisasi minyak mentah siap jual (lifting minyak) sebanyak 612.300 barel oil per day (BOPD) jauh dari target sebesar 703.000 BOPD.
“Ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan dicapaian tersebut. Lalu, salur gas mencapai 5.347 MMSCFD atau 92,2 persen dari target 5.800 MMSCFD,” tambahnya.
Selain itu, capaian ini juga lebih rendah dari tahun 2021 yang mencapai 5.505 MMSCFD. Sementara, capaian cost recovery sama dengan realisasi 2021 sebanyak US$ 7,8 miliar di bawah target sebanyak US$ 8,65 miliar.
Kendati demikian, imbuhnya ada pertumbuhan realisasi dari penerimaan negara yajni US$ 18,19 miliar dari target US$ 9,95 miliar. Pihaknya pun mencanangkan pada 2023 ini, sebanyak US$ 15,88 miliar.
Sementara, realisasi investasi sebesar US$ 12, 3 miliar atau terjadi kenaikan 13 persen atau melesat dari tahun sebelumnya yang hanya US$ 10,9 miliar. Selain itu, capaian ini juga lebih tinggi dari rata-rata kenaikan investasi global yang hanya lima persen.
“Dan ini dibanding dunia yang tumbuh sekitar empat persen, maka Indonesia jadi negara yang masih sangat menarik bagi investor dengan kenaikan investasi yang jauh lebih daripada rata-rata global,” tegasnya.
Pada tahun 2023, pihaknya menargetkan sebesar US$ 15,5 miliar atau terjadi peningkatan 26 persen dari tahun 2022 dan lebih tinggi 6,5 persen dari global.
“Kalau kita lihat target di 2023, ada peningkatan di lifting minyak, salur gas, cost recovery, penerimaan negara, dan investasi juga diharapkan meningkat cukup baik. Kalau inflasi lima persen, di luar inflasi maka pertumbuhan investasi kita real di atas 20 persen atau sekitar 20 persen,” jelasnya.
Dwi juga berharap, adanya kenaikan-kenaikan yang ditambah aktivitas pendukung dapat memberi harapan baru untuk meningkatkan dan mengelola kembali lifting minyak gas di Indonesia. (riz/din)