Bandung (pilar.id) – Berawal dari gemar bercerita sejak kecil kepada teman-temannya, membuat Ratimaya dapat mengimajinasikan sebuah cerita yang dibawakannya secara langsung atau yang biasa disebut mendongeng dengan memanfaatkan gerak tubuhnya.
Perempuan kelahiran Bandung ini bercerita, jika dirinya mulai mendalami mendongeng, ketika dirinya melihat anak-anak kecil sekitar kampusnya yang sering berkelahi sesama temannya. Ketika itu Ratimaya yang prihatin, mulai memberanikan dirinya sendirian mengumpulkan anak-anak tersebut dan mendongeng dihadapan mereka.
“Aku lihat anak-anak pedagang di sekitar kampusku sering berkelahi, makanya aku menarik perhatian mereka dengan mendongeng dan membaca,” cerita alumni Universitas Padjajaran 2017 ini.
Dalam penyampaian menggunakan seluruh badannya tanpa alat, Ratimaya sebagai penikmat seni teater, mencoba menggabungkan berbagai seni, seperti teater, pantonim, vokal hingga tari.
Hingga di tahun 2017 dirinya mulai memberanikan diri untuk menjadi pendongeng anak-anak setiap kali ia diundang untuk mendongeng
“Cerita-cerita yang didongengkan semua dari tulisanku. Mendongeng menurutku budaya lisan yang harus dipertahankan dan aku punya misi, untuk mengantarkan apa yang terjadi hari ini menuju gerbang imajinasi,” ujar mahasiswi lulusan Bisnis Internasional UNPAD Bandung ini.
Dari beberapa cerita, terdapat dua cerita yang istimewa bagi Ratimaya, yaitu cerita berjudul Bala Jenggala yang menceritakan kerusakan hutan dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia dan Kemunca yang menceritakan kerusakan laut.
“Tokoh dari Bala Jenggala itu hewan-hewan terancam punah yang tempat tinggal dan hak hidupnya sudah direnggut akibat kerusakan alam, sedang Kemunca hewan air seperti fitoplankton yang menceritakan kerusakan laut saat ini,” jabarnya.
Namun di tahun 2020, Ratimaya mulai mencoba mendongeng di depan orang dewasa dengan membawakan cerita Bala Jenggala
” Diawal saya masih deg-degan sekali, karena mungkin mereka masih awam dengan dongeng kontemporer yang saya bawakan. Sebelum perform harus banyak berlatih olah tubuh, supaya mendukung kepercayaan diri, saat menginjak panggung geroginya berkurang,” ucap perempuan 27 tahun ini.
Pada penyampaian, terdapat perbedaan ketika mendongengkan anak kecil dengan orang dewasa. Saat bersama anak kecil lebih banyak interaksi dengan mereka, sedang orang dewasa tidak banyak interaksi
“Kalau anak kecil, 5 menit dibiarkan akan terdistraksi dengan lingkungannya sehingga konsentrasi mendengarnya hilang, sedang ke orang dewasa, saya lebih sedikit berinteraksi,” jelasnya.
Ratimaya berharap, dari sekian dongengnya dapat melekat di hati teman-teman dan merasakan setiap kata-katanya, serta sadar agar lebih menghargai kehidupan
“Saya harap rasa empati dapat terbangun, dan para pendengar juga bisa melanjutkan cerita atau dongeng-dongeng saya. Supaya tidak sampai ke mereka saja, namun ke yang lain,” tutupnya. (Jel)