Jakarta (pilar.id) – PT Bio Farma (Persero) sudah menghabiskan dana perusahaan sebesar Rp120 miliar untuk investasi uji klinis Vaksin Merah Putih. Saat ini, proses uji klinis vaksin yang dibuat di dalam negeri tersebut, sedang memasuki fase ketiga.
Nantinya, ketika Vaksin Merah Putih sudah melalui semua tahapan uji klinis dan diperbolehkan untuk produksi masal. PT Bio Farma berencana untuk mengincar peluang pasar ekspor. Perusahaan obat ini, berencana untuk memasarkan Vaksin Merah Putih di masa endemi ke berbagai negara.
“Nanti kalau sudah menjadi endemi, COVID-19 seperti influenza, orang akan butuh juga, mungkin sekali enam bulan divaksin,” kata Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin (6/6/2022).
Ia mengatakan pasar vaksin COVID-19 dalam negeri saat masa endemi diperkirakan tidak akan sebesar kebutuhan saat pandemi, sehingga Bio Farma akan menyasar peluang pasar di luar negeri seperti halnya Vaksin Polio yang sudah lebih dulu diimpor ke berbagai negara di dunia.
Untuk meraih peluang ekspor vaksin COVID-19, kata Honesti, diperlukan Izin Edar Darurat Emergency Use Authorization (EUA) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Saat ini Vaksin COVID-19 dalam negeri sedang dalam proses pengembangan, yakni Vaksin Merah Putih produksi Universitas Airlangga (Unair) dan PT Biotis. Vaksin Merah Putih dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Institute dan PT Bio Farma, serta Vaksin Merah Putih yang dikembangkan PT Bio Farma dengan Boulevard Medicine.
Vaksin tersebut segera masuk tahap uji klinis terakhir tahap 3. Ditargetkan pada akhir Juli 2022, seluruh vaksin tersebut sudah memperoleh sertifikat EUA dari BPOM RI.
Namun, untuk memasarkan vaksin COVID-19 ke pasar mancanegara, kata Honesti, Bio Farma masih membutuhkan tahap lanjutan berupa EUA dari WHO. “Sehingga, produksinya memiliki nilai ekspor saat kebutuhan dalam negeri tercukupi,” katanya
Honesti menambahkan nilai investasi vaksin COVID-19 produksi Bio Farma hingga saat ini menghabiskan dana perusahaan sekitar Rp120 miliar untuk proses uji klinis. “Kalau untuk fase produksi, kami sudah punya fasilitas sendiri,” katanya. (fat)