Jakarta (pilar.id) – Umat Hindu di Indonesia tengah merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947. Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan bahwa Nyepi bukan sekadar ritual, melainkan perjalanan spiritual menuju kedamaian batin serta keharmonisan dengan alam dan sesama.
“Nyepi adalah waktu untuk menenangkan pikiran, menyucikan diri, dan memperkuat harmoni sosial di tengah keberagaman. Ini adalah proses penyucian diri dan alam semesta melalui keheningan,” ujar Menag Nasaruddin Umar di Jakarta, Sabtu (29/3/2025).
Menag menjelaskan bahwa Hari Suci Nyepi merupakan kesempatan bagi umat Hindu untuk membersihkan jiwa dari sifat negatif dan kembali kepada nilai-nilai ketuhanan yang suci. Sesuai ajaran Hindu, penyucian dapat dilakukan melalui air, kebenaran, tapa brata, dan pengetahuan yang benar.
Rangkaian perayaan Nyepi dimulai dengan Upacara Melasti, yang bertujuan menyucikan simbol-simbol keagamaan. Dilanjutkan dengan Upacara Bhuta Yajña, yang bertujuan menyeimbangkan alam semesta dengan menghilangkan pengaruh negatif.
Puncak perayaan adalah Catur Brata Penyepian, yang terdiri dari:
- Amati Geni (tidak menyalakan api)
- Amati Karya (tidak bekerja)
- Amati Lelungan (tidak bepergian)
- Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan)
Empat pantangan ini menjadi sarana refleksi diri serta pengendalian hawa nafsu demi mencapai kesucian jiwa.
Setelah melewati Nyepi, umat Hindu merayakan Ngembak Geni sebagai ajang silaturahmi dan Dharma Santi untuk saling memaafkan. Kedua momen ini menegaskan bahwa setelah penyucian diri, umat Hindu kembali menjalankan kehidupan sosial dengan lebih baik dan harmonis.
Menjaga Harmoni di Tengah Keberagaman
Menag yang turut mendampingi Wakil Presiden RI dalam Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan menyampaikan bahwa tema Nyepi tahun ini, “Manawasewa Madhawasewa”, menekankan pentingnya melayani sesama sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.
“Semoga Hari Suci Nyepi membawa kebahagiaan dan kedamaian bagi umat Hindu serta seluruh bangsa Indonesia,” tutupnya. (ret/hdl)