Yogyakarta (pilar.id) – Organisasi Angkutan Darat (Organda) Yogyakarta memutuskan untuk menaikkan tarif angkutan umum sebesar 18 hingga 22 persen. Langkah ini diambil sebagai imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (3/9/2022) lalu.
Tarif baru ini berlaku sejak Senin (5/9/2022) untuk seluruh angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP), antarkota dalam provinsi (AKDP), serta angkutan pariwisata, sedangkan angkutan taksi menunggu surat keputusan (SK) Gubernur Yogyakarta.
Ketua Organda Yogyakarta Hantoro mengatakan, persentase kenaikan tarif baru angkutan umum ini paling tepat, selain menyesuaikan harga BBM juga dengan pertimbangan komponen bus seperti spare part, oli, dan karoseri yang naik lebih dahulu. Kesepakatan ini telah disetujui seluruh anggota Organda Yogyakarta.
“Pengusaha Otobus (PO) sudah menahan agar tidak ada kenaikan harga, meski harga spare part bus sudah naik dari beberapa waktu lalu. Terus sekarang BBM naik, kalau harga tiket tidak ikut naik PO ini nanti tidak bisa memberi pelayanan terbaik untuk penumpang, jadi kita mencoba untuk menyesuaikan tarif angkutan yang baru,” kata Hantoro, Selasa (6/9/2022).
Menurut Hantoro, sebelum kenaikan harga BBM anggota Organda berencana untuk menutup biaya operasional dengan menaikkan tarif tiket 10-15 persen, tetapi belum dilakukan karena takut penumpang akan beralih ke akomodasi yang lain.
Kenaikan harga BBM ini menjadi momen untuk memberlakukan tarif karena alasan lebih dapat diterima oleh penumpang. Lebih lanjut, Hartono menuturkan untuk angkutan umum taksi belum menerapkan tarif baru karena harus merubah argo, namun penerapan di lapangan segera dilakukan penyesuaian.
Menanggapi naiknya harga BBM ini, Hantoro mengaku anggota Organda Yogyakarta menerima dan memaklumi keputusan pemerintah menaikkan harga BBM untuk menstabilkan APBN. Hantoro juga meminta pemerintah dapat mengimbangi kenaikan harga dengan memastikan tidak ada kelangkaaan pasokan BBM bersubsidi.
Hantoro berharap kenaikan tarif angkutan umum yang diklaim tidak signifikan tersebut tidak berdampak pada penurunan okupansi atau keterisian angkutan, baik AKAP, AKDP, maupun pariwisata. Ia menyebutkan untuk bus AKAP di DIY saat hari biasa okupansinya masih mencapai 60 persen dan mencapai 85 hingga 90 persen saat akhir pekan.
Sementara itu, Utami salah satu penumpang bus di Terminal Giwangan berharap pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan BBM tersebut. Pasalnya, kenaikan ini tentu akan berpengaruh ke semua sektor.
“Saya pulang-pergi dari pasar sehari-hari selalu pakai angkutan umum, kalau BBM naik nanti kedepannya tentu juga bakal berpengaruh ke kebutuhan pokok yang lain juga ikut naik,” katanya. (riz/hdl)