Kudus (www.pilar.id) – Dari gerbang Jalan Menara, sejumlah orang berjalan cepat. Di antara mereka, lelaki belasan tahun, sibuk membenahi kopiah dan hoodie merahnya. Matahari pagi bersinar terang, menggenapi gerak kaki mereka menuju Menara. Sementara di sisi kiri dan kanan, para pedagang sibuk membersihkan toko.
Beberapa langkah dari gerbang, orang-orang ini, para peziarah, berbelok ke kiri, menapaki jalur menuju kompleks pemakaman. Mereka datang khusus untuk berziarah ke makam Sunan Kudus yang terletak di sisi barat kompleks masjid. Sehari-hari makam ini ditutup luwur atau kelambu.
Sementara, sebagian rombongan yang lain, berjalan berbelok ke pintu samping Masjid Al Aqsha Menara Kudus, setelah sebelumnya mengambil air wudlu untuk bersuci.
Potret sehari-hari ini melekat kuat di kawasan bangunan bersejarah yang berdiri megah di Kecamatan Kauman, Kota Kudus, Jawa Tengah. Didirikan oleh Sunan Kudus atau Syekh Ja’far Shodiq pada 1549 Masehi atau 956 Hijriah, seperti yang ditulis dalam prasasti batu yang terletak di mihrab masjid, kawasan ini tumbuh menjadi ikon kota sekaligus petunjuk sejarah perkembangan Islam di tanah Jawa.
Beberapa orang menyebutnya sebagai Masjid Menara, diambil dari nama Masjid Al Aqsa Manarat Qudus. Masjid ini memiliki arsitektur bangunan yang memadu ciri khas Hindu-Budha dan Islam. Perpaduan ini sekaligus menunjukkan, pada awal berdiri, telah terjadi proses akulturasi dalam pengislaman Jawa.
Sunan Kudus, seperti diketahui, dikenal sebagai salah satu tokoh penting penyebaran Islam di Indonesia. Bersama Wali Songo atau Wali Sembilan, putra Sunan Ngudung ini aktif mengabarkan kebajikan dalam ajaran Islam. Sejarah juga mencatat, Sunan Kudus memiliki peran penting dalam proses berdirinya negara-negara Islam di tanah Jawa.
Seperti anggota Wali Songo yang lain, Sunan Kudus juga menggunakan pendekatan budaya dalam syiar Islam. Itu sebabnya, Masjid Menara Kudus berdiri dengan sentuhan arsitektur yang lebih bisa diterima masyarakat yang saat itu banyak beragama Hindu dan Buddha. Sebuah sumber menyebut, batu pertama yang digunakan sebagai penanda pembangunan masjid berasal dari Baitul Maqdis Palestina. Itu sebabnya, masjid ini diberi nama Masjid Al Aqsha.
Masjid Menara memiliki beberap pintu dan jendela. Di bagian serambi terdapat gapura paduraksa atau Lawang Kembar. Sementara di komplek masjid terdapat pancuran untuk wudhu berjumlah delapan buah. Jumlah ini mengadaptasi keyakinan Buddha, Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga. (hdl)