Surabaya (pilar.id) – Tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) mencetak prestasi gemilang dengan meraih juara dua dalam Veterinary Scientific Event 2024.
Fullan Ausati Putri, Aulia Dinda, dan Prima Sukma menerima penghargaan atas gagasan inovatif mereka dalam pengobatan malaria pada Sabtu, 21 Desember 2024 lalu, di Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.
Ketiga mahasiswa ini memperkenalkan sistem penghantaran obat baru berbasis transdermal yang menggunakan nanoparticle geranylated dihydrochalcone dalam dissolving microneedle.
Teknologi ini dikembangkan untuk mengatasi penyakit zoonosis, khususnya malaria.
“Microneedle ini dapat meminimalisir rasa sakit dan mempermudah pengobatan. Kami berharap inovasi ini mampu mengurangi angka kasus malaria, terutama di daerah endemik,” ungkap Fullan.
Latar Belakang Inovasi
Kasus malaria di Indonesia, terutama di kawasan timur, menjadi perhatian utama mereka. Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus malaria terbanyak kedua di Asia. Data menyebutkan wilayah Papua mencatat lebih dari 300 ribu kasus malaria pada tahun 2023.
Aulia Dinda menjelaskan, target utama pengobatan adalah wilayah yang darurat malaria. “Kami berfokus pada daerah seperti Indonesia Timur dan berharap jika teruji dengan baik, produk ini dapat dipasarkan secara internasional,” ujarnya.
Selain itu, mereka menyoroti pentingnya pemerataan akses kesehatan di daerah terpencil. Dengan inovasi ini, mereka optimis dapat memberikan solusi praktis dan efektif untuk masyarakat yang membutuhkan.
Keunggulan Teknologi Microneedle
Metode transdermal yang mereka gunakan menawarkan keunggulan dibandingkan metode oral atau injeksi.
“Transdermal lebih mudah digunakan, terutama untuk anak-anak dan orang dewasa yang kesulitan menelan obat atau takut jarum suntik,” jelas Aulia.
Microneedle ini langsung mengarahkan obat ke pembuluh darah, tempat parasit malaria berada, sehingga pengobatan menjadi lebih efisien.
Tim berharap inovasi ini mendapatkan dukungan pendanaan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut serta mempermudah sosialisasi kepada masyarakat. Jika berhasil, teknologi ini berpotensi menjadi solusi global untuk mengurangi angka malaria. (rio/hdl)