Surabaya (pilar.id) – Unit Pelaksana Teknis (UPT) Museum Negeri Mpu Tantular Provinsi Jawa Timur menghadirkan Pameran Temporer Koleksi Museum bertajuk “Wastra Tradisional Jawa Timur dalam Konstelasi Perkembangan Batik Nusantara.” Acara berlangsung selama tiga hari, mulai 24 hingga 26 November 2023, di Museum Mpu Tantular Sidoarjo.
Pembukaan acara pada Jumat (24/11/2023) disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Museum Negeri Mpu Tantular, Edi Supaji, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Dalam sambutannya, Edi Supaji mengungkapkan tujuan utama kegiatan ini adalah untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap museum sebagai lembaga pelestari budaya.
“Kami ingin memasyarakatkan warisan budaya baik dalam bentuk artefak maupun warisan budaya tak benda kepada khalayak luas,” ujarnya.
Pameran koleksi wastra tradisional Jawa Timur ini dirancang untuk mempopulerkan kembali pengetahuan tentang batik kepada masyarakat. Edi Supaji menjelaskan bahwa kata “batik” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “amba” (tulis) dan “nitik” (membuat titik). Proses pembatikan melibatkan alat canting dengan ujung kecil yang digunakan untuk membuat pola di atas kain.
Selain rumitnya proses pembatikan, batik Indonesia juga dihargai karena kreativitas dan waktu yang dibutuhkan dalam pembuatannya. Motif batik Jawa Timur cenderung lebih bebas dan variatif dibandingkan dengan daerah lain. Dari segi pewarnaan, batik Jawa Timur dikenal lebih berwarna, dengan penggunaan warna-warna terang seperti merah dan biru muda.
Beberapa daerah di Jawa Timur yang terkenal sebagai pusat penciptaan batik meliputi Tuban dengan batik Gedog, Banyuwangi dengan motif Gajah Oling, Magetan dengan motif Pring Sedapur, dan Sidoarjo dengan motif Merak.
Kasi Preparasi dan Bimbingan Edukasi Museum Mpu Tantular, Sadari, melaporkan bahwa sasaran pameran ini mencakup pegiat budaya, akademisi, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum, dengan total sekitar 200 peserta. Kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo turut mendukung keberlangsungan kegiatan ini.
Sadari menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud tanggung jawab museum terhadap masyarakat, serta upaya untuk ikut serta dalam mencerdaskan bangsa, menjaga kesatuan dan persatuan, serta mengembangkan warisan budaya nusantara.
Destinasi Wisata Budaya dan Edukasi
Edi Supaji juga menyoroti peran museum sebagai rumah dan etalase budaya Indonesia. Museum, menurutnya, tidak hanya sebagai tempat rekreasi atau penelitian, melainkan juga sebagai area publik yang memungkinkan setiap orang terlibat dalam aktivitas kreatif.
“Museum harus menjadi tempat bertukar informasi dan inspirasi untuk mengembangkan peradaban bangsa Indonesia yang lebih maju,” ungkap Edi Supaji. Ia berharap museum, termasuk Museum Mpu Tantular, dapat ikut serta dalam mendidik masyarakat tentang pelestarian budaya.
“Masyarakat perlu mengetahui bahwa setiap orang dan masyarakat hukum adat dapat berperan aktif dalam melakukan kampanye dan pelestarian budaya,” tambahnya.
Sejarah batik di Jawa Timur, kata Edi, memiliki akar sejak zaman Kediri Abad ke-12 M. Meskipun beberapa literatur menyebutkan bahwa batik sudah ada sejak zaman prasejarah. Pengembangan batik di Jawa Timur terus berkembang melalui zaman Islam, dengan motif yang berusaha menghindari penggambaran makhluk hidup.
Dengan menyelenggarakan pameran batik, Museum Mpu Tantular berperan sebagai destinasi wisata budaya yang penting bagi penguatan karakter dan identitas bangsa. Edi Supaji berharap bahwa melalui kegiatan ini, museum dapat turut serta dalam mewujudkan visi Indonesia Emas tahun 2045 dengan memperkaya informasi mengenai kebudayaan dan pelestarian warisan budaya nusantara. (hdl)