Surabaya (pilar.id) – Sirine palang pintu sepur meraung keras di jalur perlintasan kereta api sekitar Pasar Turi dan Pusat Grosir Surabaya. Suaranya sampai ke kampung Dupak Magersari yang berada di kawasan tersebut. Hingga masuk ke pasar yang diapit dua jalur aktif lintasan kereta api di dekatnya.
Pedagang sayur, baju hingga perlengkapan dapur bergegas memberesi jualannya yang meluber sampai jalur kereta. Barang dagangan itu memang dipajang memanjang sepanjang rel, bersentuhan langsung dengan besi panjang lintasan kereta.
Sesaat lagi kereta api melaju kencang membelah aktifitas mereka. Namun tak ada raut kecemasan serta ketakutan dari penjual. Dengan santai mereka masih bisa mengingatkan pelanggan calon pembeli dagangannya untuk sedikit menghindari rel.
“Awas mbak, kereta lewat! Anaknya digendong agak menjauh dari rel,” teriak Bu Ana penjual tomat. Yang diterikai pun dengan santai meraih anaknya untuk bergeser meringsek ke tengah dagangan sayur-mayur, sedikit menghindari lajunya kereta yang lewat.
Suasana di pasar Dupak Magersari seperti ini adalah keseharian yang sudah berpuluh tahun terjadi. Sejak dini hari sebelum subuh, aktifitas ramainya pasar bersanding dengan padatnya jadwal seliweran kereta api.
Terlihat ekstrem dan sedikit menantang maut. Namun, karena kebiasaan, laju kereta yang terjadwal bisa melintas 4-5 kali dalam aktifitas pasar sampai jam 9 pagi itu, sudah dianggap tak berbahaya.
Selain bunyi sirine palang pintu sebagai penanda waspada, rupanya ada satu petugas yang selalu berkeliling mengingatkan penjual dan pembeli untuk berhati-hati ketika ada kereta yang mau lewat. Aba-aba “Awas payungya!” sudah otomatis sebagai alarm untuk melipat peneduh dagangan, tanpa perlu menunggu peringatan kedua.
Tak pernah pula ada cerita kecelakaan dari penjual atau pembeli yang tersambar kereta. Semoga semua selamat sentosa. (ton/hdl)