Jakarta (pilar.id) – Sejarah munculnya rabies, juga dikenal sebagai penyakit anjing gila, memiliki jejak yang panjang dalam peradabanan manusia. Penyakit ini telah ada sejak ribuan tahun yang lalu dan mencatat kasus-kasus yang mematikan di berbagai belahan dunia.
Dalam catatan sejarah, gejala penyakit yang mirip dengan rabies telah ditemukan pada tulang tengkorak manusia yang berasal dari era Mesir Kuno sekitar 2300 SM. Beberapa teks medis Mesir Kuno juga menggambarkan gejala rabies yang parah pada manusia.
Pada masa Yunani kuno, dokter terkenal seperti Hippocrates dan Galen telah mendokumentasikan kasus-kasus penyakit yang mirip dengan rabies. Mereka mengaitkan penyakit ini dengan gigitan anjing yang terinfeksi dan menggambarkan gejala seperti kecemasan, kegelisahan, kesulitan menelan, dan reaksi negatif terhadap air.
Pada abad pertengahan, di Eropa, penyakit rabies semakin mendapatkan perhatian serius. Istilah “rabies” berasal dari bahasa Latin “rabere”, yang berarti “marah” atau “gila”. Penyebaran penyakit ini melalui gigitan anjing liar atau terinfeksi menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat pada saat itu.
Louis Pasteur, seorang ahli mikrobiologi terkenal dari Prancis, memiliki peran penting dalam pemahaman dan penanganan rabies. Pada tahun 1885, Pasteur dan timnya berhasil mengembangkan vaksin rabies yang pertama kali diuji coba pada seorang anak bernama Joseph Meister yang digigit oleh seekor anjing yang diduga terinfeksi rabies. Keberhasilan vaksinasi ini membuka jalan bagi pengembangan vaksin rabies yang lebih luas.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran masyarakat, langkah-langkah pencegahan dan pengendalian rabies terus ditingkatkan. Program vaksinasi massal untuk hewan peliharaan, sterilisasi anjing liar, dan kampanye kesadaran publik menjadi bagian dari upaya global untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini.
Meskipun kasus rabies di manusia masih terjadi di beberapa negara, upaya terus dilakukan untuk mencapai tujuan global dalam memerangi penyakit ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama dengan organisasi kesehatan dan pemerintah di seluruh dunia terus bekerja sama untuk mencegah penyebaran rabies dan melindungi kesehatan manusia serta kesejahteraan hewan. (ret/hdl)