Tangerang (pilar.id) – Fakultas Teknik dan Informatika Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menggelar diskusi mengenai Artificial Intelligence (AI) dalam mata kuliah Ethical Engineering. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Kedutaan Besar Jerman di Jakarta dan berlangsung secara offline di kampus UMN.
Tiga perwakilan dari Kedutaan Besar Jerman Jakarta, yaitu Marc Lendermann (Kepala Divisi/Direktur Kebijakan Digital Internasional untuk Digitalisasi dan Infrastruktur), Celine Becker (Project Leader untuk Dialog Digital Jerman-Indonesia), dan Jan Groschoff (Departemen Ekonomi), hadir dalam pertemuan ini.
Dalam diskusi yang dipimpin oleh Lendermann, berbagai aspek AI dibahas, termasuk tantangan AI dan rancangan peraturan AI ACT. Rancangan ini bertujuan untuk memastikan keamanan dan penghormatan hak-hak dasar serta nilai-nilai Uni Eropa terkait sistem AI yang beroperasi di pasar Eropa. Salah satu poin utama adalah transparansi perusahaan yang menggunakan AI dalam pengembangan sistemnya.
Lendermann menjelaskan mengenai hak cipta dalam konteks AI ACT, di mana perusahaan diwajibkan untuk memberikan laporan terperinci tentang data atau materi yang digunakan untuk melatih sistem AI. Hal ini untuk memastikan bahwa pemilik materi, seperti pencipta gambar, teks, video, atau audio, dapat memverifikasi penggunaan hak ciptanya untuk melatih sistem.
Meskipun demikian, masih terdapat ketidakpastian terkait sejauh mana detail informasi yang harus disediakan oleh perusahaan. Lendermann menyoroti bahwa hal ini masih menjadi pertanyaan terbuka yang diharapkan segera mendapatkan jawaban.
Diskusi juga mencakup isu hak cipta dan kekayaan intelektual terkait seni seperti gambar, video, dan musik. Banyak seniman menghadapi permasalahan terkait klaim bahwa hak cipta karya seni mereka digunakan untuk melatih AI generatif, bahkan sampai ke ranah hukum.
Salah satu tantangan utama yang dibahas adalah kebutuhan akan tenaga ahli AI yang terampil. Meskipun banyak peneliti dan institusi AI terkemuka, masih ada kekurangan tenaga kerja yang memiliki pelatihan yang memadai di bidang AI.
Lendermann menyatakan, “Salah satu tantangan bagi kami adalah meningkatkan keterampilan tenaga kerja kami dengan memberikan pelatihan. Tantangan lainnya adalah membawa orang-orang dari luar negeri yang memiliki talenta yang kami butuhkan untuk bekerja di universitas dan perusahaan, serta dapat berkontribusi pada ekosistem AI dalam negeri. Jadi, ada banyak ruang untuk potensi kerja sama antar negara.”
Diskusi juga menyoroti perlunya tata kelola internasional untuk AI. Lendermann menyebutkan adanya proses dan rencana internasional, seperti Global Publisher of Artificial Intelligence (GPA) di Delhi, India, yang melibatkan lebih dari 20 negara dalam berkoordinasi mengenai pengaturan dan perkembangan AI.
Lendermann menegaskan bahwa kekhawatiran akan tergantinya pekerjaan manusia oleh AI merupakan hal yang berlebihan. Ia merinci bahwa AI akan membantu pekerja menjadi lebih produktif dengan menghilangkan pekerjaan rutin dan memungkinkan fokus pada pekerjaan yang memerlukan kecerdasan intelektual.
Diskusi ditutup dengan sesi tanya jawab antara Lendermann dan mahasiswa Teknik dan Informatika UMN. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai AI kepada mahasiswa dan menginspirasi mereka untuk terlibat aktif dalam membentuk masa depan AI. (ipl/hdl)