Surabaya (pilar.id) – Menjelang Tahun Baru Imlek, warga Tionghoa menggelar Upacara Ciswak atau tolak bala. Ruwatan ini dilakukan untuk membuang kemalangan dan ketidakmujuran yang mungkin terjadi pada tahun ini. Dengan harapan, tahun depan lebih beruntung dibanding tahun lalu.
Upacara Ciswak ini digelar dengan membuang potongan kuku dan rambut dari masing-masing umat yang akan diruwat.
Kuku dan rambut tersebut dibungkus dalam kim cua atau kertas sembahyang, yang dilipat menyerupai bentuk penyu, untuk di larung ke laut.
Liem Tiong Yang, Rohaniawan Khonghucu yang siang itu memimpin upacara larung Ciswak untuk umat dari Kelenteng Boen Bio Kapasan dan Kelenteng Ba De Miao Wiyung, menerangkan bahwa di dalam lipatan kim cua yang dilarung juga terdapat gulungan benang sepanjang bentangan tangan dari umat yang akan diruwat.
“Kuku dan rambut adalah bagian tubuh yang sering tertempel kotoran, simbol dari energi negatif. Sehingga perlu dibersihkan,” ujar Liem. Sementara warna benang menyesuaikan unsur tahun kelahiran masing-masing umat.
Sehari sebelumnya, ratusan umat mengumpulkan ketiga benda tersebut sambil melaksanakan sembahyang bersama di kelenteng, memanjatkan doa agar ritual buang sial berjalan lancar, serta memohon datangnya hal-hal baik di tahun depan.
Ciswak digelar seminggu sebelum Tahun Baru Imlek atau tiap tanggal 24 di bulan terakhir penanggalan Tionghoa. Dipercaya umat Khonghucu, pada tanggal tersebut Dewa Suci naik ke langit membawa laporan catatan umat selama setahun kemarin.
Setibanya di laut, sebelum melepaskan ‘ratusan penyu’ titipan umat tersebut, Liem kembali melontarkan doa-doa agar segala hal buruk dan energi negatif bisa dinetralisir oleh laut yang tak berujung. (ton/hdl)