Jakarta (pilar.id) – Anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih yang terlibat dalam dugaan kasus sengketa lahan akhirnya mengundurkan diri dari Kepolisian RI (Polri). Keputusan tersebut ia ambil lantaran merasa kecewa dengan oknum kepolisian yang diduga melakukan pemerasan saat mengurus sengketa lahan orang tuanya.
“Mengapa mengundurkan diri, karena kita sudah capek. Capek karena enggak diusut-usut. Tapi belum di acc,” ujar Madih, di Jakarta Pusat, Minggu (5/2/2023).
Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula ketika ada dugaan ‘polisi peras polisi’ viral di media sosial melalui postingan Bripka Madih. Ia mengaku diperas sesama polisi saat mengurus soal sengketa lahan milik orang tuanya di Bekasi ke Polda Metro Jaya pada 2011.
Lahan tersebut, kata dia, kini dikuasai oleh sebuah perusahaan. Menurut Madih, tanah milik orang tuanya itu dibeli dengan cara melawan hukum. Ia juga mengklaim ada beberapa akta jual beli (AJB) yang tidak sah karena tidak disertai cap jempol. Dugaan pemerasan itu terjadi pada 2011.
Meski demikian, berdasarkan data Polda Metro Jaya, terdapat 10 AJB yang dilakukan oleh orang tua Madih. Penjualan tersebut dilakukan ke berbagai pihak dalam kurun waktu 1979-1992.
Di sisi lain, Ketua RW RW 3 Nur Asiah Kelurahan Jatiwarna, Bekasi, Jawa Barat membongkar ulah Bripka Madih. Ia dinilai arogan karena memasang patok dan mendirikan pos jaga di depan rumah warga. Ulahnya tersebut ditakuti warga karena sebagai anggota polisi aktif.
“Bapak Madih itu sudah sering sekali dengan sikap arogansinya, dengan kesombongannya, ada saja hal-hal yang dilakukan yang meresahkan warga,” kata Nur.
Nur mengungkapkan ulah meresahkan Madih lainnya, ketika sedang rapat diasapin. Kemudian, teror kepada guru-guru yang mengajar di sebelah rumah Madih.
“Kemudian, yang kasus yang sudah lama juga. Beliau ini, tiang listrik dikasih setrum pak. Beliau waktu itu sempat bermasalah juga gara-gara pasang lampu di jalan. Hampir digebukin kalau kita nggak melindungi. Ini bisa dikonfirmasi ke warga kami,” kata Nur.
Nur berharap, jangan hanya seolah-olah Madih yang terdzolimi saja. Namun, warga juga merasa terganggu dengan ulah Madih. “Kami mohon tolong warga kami pun diperhatikan. Warga kami yang tidak bisa mengikuti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan aduan sikap arogansi beliau tolong juga diperhatikan,” kata Nur. (ach/hdl)