Surabaya (www.pilar.id) – Butuh strategi khusus agar profesi dan hobi bisa jalan bebarengan. Seperti yang dilakukan oleh Dyah Ayu Setyorini, perempuan asal Malang, yang menggeluti hobi dunia teater sejak sekolah menengah pertama (SMP) hingga kini. Di sisi lain, ia juga aktif sebagai jurnalis.
Ading, panggilan akrabnya, tertarik pada dunia seni saat berkunjung ke rumah salah satu kakak pembina Pramuka. Ia ingat benar, saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar.
“Kakak pembina cerita, bagaimana menjadi dan mendalami karakter orang gila pada dirinya, harus observasi langsung, saya lihat hal seperti itu keren,” kenangnya.
Dialog itu terbawa hingga Ading masuk ke SMP. Saat itu, ia langsung mengikuti ekstrakurikuler teater. Berlanjut SMA hingga perguruan tinggi, Ading bergabung dengan grup teater. Di kampus Universitas Airlangga Surabaya, ia gabung dengan Teater Gapus.
Tamat dari perguruan tinggi, perempuan yang mengambil pendidikan Ilmu Sejarah ini tak lantas meninggalkan dunia teater. Ia bahkan mendirikan sebuah komunitas teater bersama teman-temannya, Teater No- Exit.
Hingga kini, meski menjalani profesi sebagai wartawan, Ading tak pernah berhenti menggeluti hobi. Bedanya, kini ia memilih peran solo sebagai penulis naskah yang tak terikat oleh komunitas tertentu.
“Karena wartawan itu jamnya fleksibel, jadi kalau sedang tidak menulis berita, ya menulis naskah teater atau teateran sama anak-anak,” jelas perempuan 28 tahun ini.
Mengenal Orang Baru
Ada dua project besar yang pernah di buat oleh Ading. Tahun 2018, dalam pementasan pertama komunitas No-Exit, ia bertindak sebagai sutradara. Lalu 2021 bersama Forum Aktor Jatim, sebagai aktor di dalam pementasan bertajuk Kantil Tumpang Tindih: Lahirnya Kematian.
Dalam dunia seni peran yang dijalani selama ini, ia mengaku banyak mendapat pelajaran. Dikenal dan kenal orang baru dengan berbagai pemikiran. “Yang aku suka dari teater itu ada proses saling membuka dirinya,” ucapnya.
Namun selama berproses di dunia teater, Ading kerap menerima olok-olok atau penolakan terhadap dunia seni yang ia cintai, bahkan dari orang terdekatnya. “Yang paling berat itu, papaku sejak awal nggak suka saya berteater,” tambahnya.
Tapi meski begitu, Ading tak pernah menyerah untuk membuktikan. Bahwa dirinya bisa membanggakan keluarga. Akhirnya tahun 2021, sang ayah datang untuk pertama kali melihat pentas yang diperankan putrinya.
“Saat itu ayah datang dengan keluarga besar. Sampai dua mobil yang datang untuk lihat pementasan saya,” kenangnya bahagia. (jel)