Surabaya (pilar.id) – OpenAI, pengembang terkemuka yang menciptakan ChatGPT dan DALL-E, baru-baru ini mengumumkan pengujian model teks-ke-video mereka yang diberi nama Sora. Alat ini diklaim dapat memungkinkan pengguna membuat video realistis dengan perintah-perintah sederhana.
Menanggapi hal ini, Athok Murtadlo, dosen Stikosa AWS, fenomena Sora tentu jadi hal yang sangat menarik. Karena Sora diklaim mampu menghasilkan adegan kompleks dengan beberapa karakter, gerakan tertentu, dan detail akurat dari subjek dan latar belakang. Namun, OpenAI mengakui bahwa Sora masih memiliki keterbatasan, seperti kemungkinan salah mengenali kiri dan kanan.
Dosen kampus komunikasi tertua di Jawa Timur ini menyatakan bahwa, meskipun produk visual berbasis kecerdasan buatan (AI) bukan hal baru, Sora dapat menjadi lompatan besar dalam perkembangan teknologi. Ia menyoroti bahwa kemudahan dan dampak besar selalu menjadi pemikat utama bagi pengguna, dan teknologi terus berkembang untuk menyediakan solusi yang lebih efisien.
Athok mengungkapkan bahwa AI, khususnya dalam Natural Language Processing (NLP), semakin manusiawi. Teknologi NLP memungkinkan komputer memahami bahasa manusia, baik lisan maupun tertulis.
“Saya sering mendengar, bagaimana AI jadi acuan rasionalisasi. Kita mencari referensi bukan dengan membaca bahkan melihat dari dekat. Tapi cukup dengan AI,” ujar Athok.
Meski demikian, Athok percaya, produk dengan sentuhan manusia tetap memiliki makna. “Ini malah jadi produk istimewa, tiada banding,” tegasnya.
PHK dan Segmen Mewah
Sementara pendiri sekaligus art director dari Cutback Productions, Thomas Bellenger, mengamati perkembangan generasi gambar kecerdasan buatan dengan sudut pandang berbeda. Dikutip dari laman Voice of America, meskipun beberapa melihatnya sebagai gelombang besar yang tidak bisa dihentikan, beberapa pihak khawatir akan ketergantungan dan dampaknya terhadap pekerjaan dan industri kreatif.
Pertengahan tahun 2023 misalnya, Google melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap ratusan karyawannya, terkait perubahan arah bisnis terkait tren teknologi AI. Hal ini menjadi contoh bagaimana kepiawaian teknologi AI dapat berdampak langsung pada pekerjaan manusia.
Ubisoft, pengembang video game Prancis, menyambut baik pengumuman OpenAI sebagai lompatan ke depan dalam teknologi AI. Mereka melihat potensi untuk membiarkan pemain dan tim pengembangan mengekspresikan imajinasi mereka.
Seiring dengan perkembangan ini, Agensi Fred & Farid memprediksi bahwa 80 persen konten merek akan dihasilkan oleh kecerdasan buatan. Namun, sebagian percaya bahwa segmen mewah mungkin menjadi pengecualian, di mana merek akan lebih memilih otentisitas dan menggunakan kecerdasan buatan dengan bijaksana. (usm/hdl)