Surabaya (pilar.id) – Prestasi gemilang kembali diukir oleh Lalu Ary Kurniawan Hardi, alumni Universitas Airlangga (UNAIR). Ary baru saja meraih predikat wisudawan terbaik di Nicolaus Copernicus University, Polandia, dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna, yaitu 5.00.
Ini menjadi pencapaian gemilang setelah sebelumnya pada tahun 2021, Ary berhasil meraih predikat wisudawan terbaik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR dengan IPK nyaris sempurna, 3.98.
“Aku sangat senang dan tidak pernah menyangka bisa meraih gelar wisudawan terbaik untuk kedua kalinya. Aku harap prestasi ini bukan sekadar ajang untuk bergengsi, melainkan sebagai pengingat bahwa aku memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan sesuatu yang berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat,” ungkap Ary pada Minggu (19/10/2023).
Ary, mahasiswa International Politics and Diplomacy, menceritakan bahwa selama proses pengerjaan tesis, ia menghadapi berbagai kendala. Awalnya, ia berencana meneliti tentang sistem pertahanan di Indonesia terkait pengadaan alat-alat militer, tetapi setelah pertimbangan matang, ia beralih ke topik hukum internasional.
Keputusan tersebut tidak mudah, mengingat latar belakang Ilmu Politik Ary. “Karena latar belakangku dari Ilmu Politik, aku harus berusaha keras untuk membiasakan diri dengan terminologi hukum internasional. Aku harus banyak meluangkan waktu untuk membaca buku-buku hukum internasional yang penuh dengan istilah-istilah dari bahasa Yunani,” ujarnya.
Meskipun menghadapi penguji yang berprofesi sebagai pengacara internasional dan meneliti topik multidisiplin yang menggabungkan ilmu politik dan hukum internasional, Ary berhasil menyelesaikan tesisnya dengan perolehan IPK sempurna. Ia menyebut pengaruh kultur belajar di UNAIR sebagai salah satu kunci kesuksesannya.
“Di UNAIR, aku dididik untuk menjadi kritis, dan aku berusaha menerapkan itu di Polandia. Jika ada kelas, aku sering bertanya kepada dosen. Jadi, dosen juga senang,” kata Ary.
Ary juga mencatat perbedaan dalam kultur belajar antara Indonesia dan Polandia. Di Polandia, mahasiswa cenderung kurang berani berbicara dan kurang kreatif dalam menyelesaikan tugas, sementara mahasiswa Indonesia cenderung lebih berani berkreasi.
“Dosen-dosen di sini juga sangat suka membaca tulisan mahasiswa Indonesia. Itulah kultur belajar yang aku dapatkan selama S1 dan aku terapkan di sini,” tambahnya.
Menutup pembicaraan, Ary menyampaikan bahwa selama menempuh studi magister, ia tetap berhubungan baik dengan UNAIR. Ia terlibat dalam publikasi buku dan mendapat kepercayaan untuk menjadi fasilitator pengabdian masyarakat dan penelitian Center for Security and Welfare Studies (CSWS) FISIP UNAIR di Lombok. Selain itu, Ary menerima tawaran untuk menjadi dosen di UNAIR, yang akan diwujudkan setelah menjalani tes.
“Dalam segala hal, berikan 100 persen usaha. Jangan tertipu oleh ilusi awal, dan selalu berprasangka baik pada Tuhan,” pesannya kepada mahasiswa. (ipl/hdl)