Purwakarta (pilar.id) – Sudah jatuh tertimpa tangga, pepatah itu benar-benar dialami ibu di Purwakarta, Nani Mulyani. Sudah anak yang dilahirkannya meninggal, Nani tak bisa pulang lantaran ditahan pihak rumah sakit akibat tak mampu bayar biaya persalinan sebesar Rp14 juta.
Nani yang merupakan warga Desa Sukajaya, Kecamatan Sukatani, Purwakarta ini bahkan tak bisa menyaksikan pemakaman anak yang baru ia lahirkan. Dia benar-benar dilarang keluar dari rumah sakit.
Pihak keluarga Nani, hanya bisa membayar tagihan sebesar Rp4 juta saja. Alhasil, Nani tetap tak diizinkan pulang sebelum biaya persalinan bisa dilunasi.
Anggota DPR asal Purwakarta, Dedi Mulyadi mulanya mendapat kabar tersebut dari Kades Sukajaya. Sang Kades sudah berupaya meminta kebijakan rumah sakit untuk bisa memulangkan Nani mengingat pihak keluarga telah membayar Rp4 juta dan menyisakan utang Rp10 juta.
Mendengar kabar tersebut Dedi bergegas menuju RSIA Bunda Fathia, tempat ibu tersebut ditahan. Di sana dia bertemu langsung dengan pihak keluarga dari Nani.
Suami Nani mengatakan awalnya ia membawa sang istri ke RS Thamrin Purwakarta. Namun karena tidak ada ruang NICU maka dirujuk ke RSIA Bunda Fathia. Setelah ditangani, bayi tersebut lahir namun meninggal dunia.
Menurutnya ia sudah membayar Rp4 juta kepada pihak rumah sakit. Uang tersebut berasal dari hasil gadai tanah. Meski begitu pihak rumah sakit masih tidak mengizinkan pulang karena masih ada sisa tunggakan Rp10 juta.
Bahkan saat bayi tersebut dimakamkan sang istri tidak diizinkan pulang untuk melihat.
“Tidak bisa pulang karena administrasinya belum selesai. Bayi meninggal di sini, ibunya (istri) gak bisa bisa lihat pemakaman karena ditahan di sini,” katanya.
Dedi pun tak habis pikir dengan upaya rumah sakit melakukan hal tersebut. Sebab menahan pasien tidak menjamin biaya rumah sakit akan lunas. Ia pun meminta untuk bertemu dengan pihak manajemen rumah sakit.
Sambil menunggu pihak manajemen, Dedi bersama keluarga tersebut menuju ruang administrasi. Di tempat tersebut Dedi melunasi semua biaya rumah sakit yang mencapai Rp10 juta lebih.
Saat bertemu pihak manajemen rumah sakit, Dedi mempertanyakan kebijakan rumah sakit yang tidak memiliki empati untuk sekadar memberi izin ibu tersebut melihat bayinya terakhir kali sebelum dikuburkan.
“Minimal dikasih ruang dulu untuk menengok bayinya dikuburkan,” kata Dedi.
Dalam kasus ini Dedi Mulyadi berupaya bersikap netral. Ia memberi teguran pada suami keluarga tersebut karena tidak mengikuti program BPJS. Padahal suami tersebut memiliki gaji tetap yang cukup untuk mengikuti program BPJS.
“Suami harus bertanggung jawab pada istri dan keluarga dengan mendaftarkan BPJS. Tapi saya juga komplain kepada rumah sakit kenapa tidak diizinkan pulang, harus ada jaminan segala macam. Gak elok masa orang lagi susah ditambah susah,” kata Dedi.
Ia pun meminta kejadian seperti ini tidak lagi terulang. Kalaupun ada penahanan seharusnya yang ditahan adalah pihak suami, bukan dari ibu yang melahirkan. Sebab suami memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
“Tapi saya juga berterima kasih karena di sini ada NICU, nyawa ibunya bisa terselamatkan. Kalau tidak dibawa ke sini mungkin ibunya juga bisa meninggal,” kata Dedi Mulyadi.
Usai melunasi semua tunggakan, pihak keluarga diizinkan pulang dan diantar menggunakan ambulans desa. (fat)