Surabaya (pilar.id) – Berdasarkan penelitian oleh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), Margaretha SPsi PGDip Psych MSc, ditemukan bahwa relasi yang dipenuhi tekanan, kekerasan, dan dampak negatif dapat menyebabkan kerusakan pada kesehatan mental individu yang terlibat di dalamnya.
Relasi semacam ini, yang dikenal sebagai toxic relationship, memiliki dampak yang merugikan bagi individu yang terlibat. Apa saja bahayanya? Simak ulasan berikut ini.
Menurut Margaretha, relasi sosial merupakan faktor penting dalam kesehatan mental manusia. Relasi yang sehat dapat memberikan perasaan sejahtera dan memfasilitasi pertumbuhan pribadi, sementara relasi toxic justru dapat menghambat kesehatan mental dan menghalangi pertumbuhan pribadi seseorang.
“Individu yang memiliki hubungan positif dengan keluarga, teman, dan rekan kerja cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Sebaliknya, individu yang terjebak dalam relasi toxic rentan mengalami stres dan masalah psikologis,” ujarnya.
Margaretha juga menekankan bahwa relasi toxic dapat menghambat pengembangan diri seseorang, terutama dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang tidak mendukung dapat menciptakan atmosfer yang penuh dengan iri hati dan saling menjatuhkan, menghambat motivasi dan semangat untuk berkembang.
Selain itu, relasi toxic juga dapat menyebabkan seseorang menjadi apatis, yang bertentangan dengan indikator sehat mental yang melibatkan kontribusi aktif pada masyarakat. “Individu yang terjebak dalam relasi toxic cenderung terfokus pada diri sendiri dan kehilangan kemampuan untuk peduli pada orang lain di sekitarnya,” tambahnya.
Mengakhiri Toxic Relationship
Margaretha menyoroti beberapa langkah untuk mengakhiri relasi toxic. Pertama, individu perlu memiliki harga diri yang positif. Memiliki harga diri yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengenali dan menghentikan relasi toxic secara lebih efektif.
“Kita perlu menyadari apakah hubungan yang kita miliki bersifat toxic, sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk keluar dari situasi tersebut,” paparnya.
Kedua, dukungan dari orang-orang di sekitar dan masyarakat secara umum sangat penting dalam mengakhiri relasi toxic. Dukungan ini dapat membantu individu untuk memulihkan harga diri dan kekuatan untuk mengakhiri hubungan yang merugikan tersebut. Bantuan dari tenaga profesional, seperti psikolog atau konselor, juga dapat diperlukan untuk memberikan panduan dan dukungan yang lebih terstruktur.
Terakhir, rehabilitasi dan pemulihan adalah langkah penting setelah mengakhiri hubungan toxic. Korban membutuhkan pendampingan dan konseling berkelanjutan untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin telah mereka alami selama berada dalam relasi tersebut.
“Pemulihan dan pendampingan yang tepat akan membantu korban untuk merasa lebih aman, tenang, dan percaya diri dalam membangun kehidupan yang lebih baik,” tutup Margaretha. (ret/hdl)