Palembang (pilar.id) – Indonesia merupakan negara dengan jumlah bahasa daerah paling banyak di dunia. Hal ini tentu merupakan aset sekaligus kekayaan budaya Indonesia yang patut dan harus dijaga agar tidak hilang.
Untuk kepentingan menjaga perkembangan budaya daerah di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Badan Bahasa Kemendikbud Ristek) pun membuat nota kesepakatan dengan lima Universitas yang ada di Palembang.
Penandatanganan nota kesepakatan tersebut merupakan salah satu bentuk dorongan dari pihaknya kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pemeliharaan bahasa daerah di Sumatera Selatan sehingga tidak terjadi kepunahan.
Di mana, kelimanya itu ialah Universitas Baturaja (Kabupaten OKU), Universitas Tridinanti, Universitas Bina Darma, Universitas Nurul Huda, dan Universitas PGRI Palembang.
Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Ristek Prof E Aminudin Aziz di Palembang, Selasa, mengatakan kewajiban itu termaktub dalam Undang-undang (UU) Bahasa Nomor 24 tahun 2009, UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Di situ disebutkan pemerintah daerah wajib melindungi, mengembangkan, membina bahasa, aksara dan sastra daerah,” kata Prof Aminudin Aziz seusai menandatangani nota kesepakatan terkait pengembangan dan pembinaan bahasa bersama lima universitas di Sumatera Selatan di Palembang, Selasa.
Menurut Prof Aminudin, kewajiban pemerintah yang dimaksud berdasarkan UU ialah menyediakan anggaran, memfasilitasi pemberdayaan, menggerakkan sumber daya meliputi komunitas bahasa/literasi yang ada di daerah tersebut.
“Kami Badan Bahasa di tingkat Pusat ini memberikan dorongan memfasilitasi pada kepakarannya, apa yang dibutuhkan di tingkat daerah dalam hal itu (melindungi bahasa, aksara dan sastra kedaerahan),” imbuhnya.
Jadi, kata dia, bila terjadi kepunahan bahasa, aksara dan sastra didaerah tersebut maka akan menjadi “dosa” bagi pemerintah daerah setempat. Sehingga, kerjasama dengan universitas ini bisa menjadi salah satu langkah untuk menjaga dan mengembangkan bahasa-bahasa daerah terutama di Sulawesi Selatan.
“Sebab dengan sumber daya yang dimiliki universitas itu selain memberikan atau membudayakan bahasa daerah dalam program Kampus Merdeka, Merdeka Belajar, nantinya akan membantu mengumpulkan setiap kosakata bahasa daerah Sumsel sehingga bisa masuk KBBI,” kata dia
Sehingga dengan begitu, kata dia, bahasa daerah Sumsel akan bisa dikembangkan secara luas dan dapat terlindungi dari ancaman kepunahan. Sementara Kepala Balai Bahasa Sumatera Selatan Umar Solikhan mengatakan pihaknya bersama pemerintah setempat terus berupaya melakukan perlindungan Bahasa, Aksara dan sastra tersebut.
Menurutnya, perlindungan dilakukan beberapa tahapan yakni pemetaan dan kajian vitalitas setelah itu upaya pencatatan atau registrasi bahasa. Di mana, berdasarkan pemetaan bahasa yang dilakukan tahun 2014 diketahui, bahasa dialek Melayu dan Komering menjadi bahasa yang mempengaruhi kebanyakan bahasa-bahasa di Sumsel.
“Kebanyakan dialek dari bahasa melayu dan dialek Komering itu dua rumpun besar di Sumsel, selebihnya bahasa Jawa dan Bugis,” kata dia.
Setelah melakukan pendataan, dilakukan kajian vitalitas atau merevitalisasi untuk menentukan status daya hidup bahasa tersebut yang di klasifikasikan dalam keadaan aman, mengalami kemunduran atau terancam punah, dan punah.
Ia menjelaskan, revitalisasi ini artinya berusaha mendeskripsikan aspek bahasa dari segi fonilogi, morfologi sintaksis, tata bahasa untuk di dokumentasikan sehingga bisa jadi bahan pembelajaran di sekolah.
Sasarannya adalah, kata dia, untuk menghidupkan memasyarakatkan sastra atau bahasa itu, dengan cara memberikan pembelajaran langsung ke generasi muda, praktik dan pembiasaan supaya anak-anak memahami bahasa tersebut.
“Terakhir kami merevitalisasi Bahasa Melayu Lematang dan Komering, tahun ini bahasa Besemah. Semuanya bahasa masih aman belum ada yang masuk dalam ancaman punah ataupun punah. Hanya memang mengalami kemunduran,” kata dia. (lin/fat/antara)