Manokwari (pilar.id) – Supriyadi Nepal, 37 tahun, sopir mobil double gardan yang kami sewa untuk mengantar ke Pegaf memenuhi bak belakang dengan perbekalan kami ditambah dengan 4 jerigen bahan bakar.
Nepal sudah 9 tahun merantau dari tanah asalnya Enrekang ke Manokwari untuk menjadi sopir di medan-medan yang tak umum. Ia salah satu sopir berpengalaman menyusuri jalanan Pegaf yang bergunung-gunung.
Sopir yang mengetahui lekuk jalanan dan perbukitan diperlukan sebab sebelumnya, kami mendengar kabar bahwa truk yang memuat penambang emas menghatam tebing. Kecelakaan itu menewaskan 15 orang.
Jaraknya sebenarnya hanya 50 kilometer namun harus ditempuh lebih dari empat jam. Lama perjalanan sulit diprediksi sebab ada beberapa jalan yang masih dalam perbaikan, beberapa ruas pun masih ada yang makadam. Selebihnya, kerap terjadi longsor yang menutup akses.
“Ayam satu, ayam satu. Ada di posisi tikungan,” kata Nepal berkomunikasi melalui HT dengan sesama sopir. Ada sekitar 25-an kendaraan double gardan yang beroperasi mengangkut penumpang dari Manokwari ke Pegaf. Untuk ruas jalan tertentu hanya bisa dilalui satu kendaraan sehingga perlu koordinasi dengan sesama sopir.
Nepal berkolaborasi dengan pemandu, Yohanes Prawar, 42 tahun. Anis, panggilan Yohanes, sesungguhnya bukan pemandu. Pekerjaannya memasang saluran air di Pegaf. Harapan kami, dia mengenal masyarakat Pegaf sebagai pintu masuk kami untuk liputan.
“Sebenarnya bisa 3-4 jam. Tapi kadang-kadang jalan longsor, jadi tidak bisa diprediksi,” kata Nepal. Pagi itu, awal bulan Juni 2022, kami menyusuri CA Arfak selama 8 hari atas dukungan Pulitzer Center melalui Rainforets Journalism Funds.
Saya bersama dengan Yuda R. Yudistira, peneliti anggrek dan fotografer menyusuri CA Arfak di kabupaten pemekaran dari Manokawari sejak 2012 ini masih dalam pengembangan sehingga banyak fasilitas yang belum ada, termasuk pompa bensin. Untuk kebutuhan dalam jumlah banyak, maka membawa dari Manokwari.
Menurut Nepal, paket wisata untuk Arfak khususnya melihat dua danau kembar yaitu Anggi Gida dan Anggi Giji sudah terbiasa dijalani. Ada yang tidak menginap, ada yang menginap semalam di dekat danau, dan biasanya perjalanan lebih dari 3 hari dilakukan oleh peneliti.
Arfak memang surga para peneliti botani. Publikasi ilmiah yang kami temukan tentang flora Arfak tertanda abad ke-xx. Hingga kini, Arfak masih magnet bagi para peneliti botani sebab masih banyak spesies tumbuhan dan satwa yang belum teridentifikasi.
Secara geografis, CA Arfak membentang dari Pulau Papua Bagian Kepala Burung pada koordinat 133°460’ – 134°150′ E, 1°00′ – 1°30’ S dengan ketinggian antara 15mdpl-2.900mdpl.
Secara administrasi wilayah pemerintahan, Cagar Alam Pegunungan Arfak terdiri dari 8 distrik (kecamatan) yaitu Menyambouw, Membey, Hingk, Tanah Rubuh, Warmare, Manokwari Selatan, Ransiki, dan Oransbari Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Meniti Distrik Anggi
Anggi adalah kawasan pusat pemerintahan senyap di ketinggian 2.000mdpl. Wajah Anggi adalah wajah bangunan baru dan infrastruktur yang baru dibangun. Sejak pembentukan Kabupaten Pegaf tahun 2012, fasilitas pemerintahan dan infrastruktur jalan dibangun.
Bangunan pemerintah tampak megah namun lengang. Tidak banyak aktivitas di kantor-kantor pemerintahan dalam keseharian kecuali ada perhelatan tertentu.
Kantor yang paling ‘hidup’ dan 24 jam buka adalah markas Koramil 1801-09/Anggi dan Kantor Polres Anggi. Kami diterima oleh Danramil Letda Inf. Pius Huik dan Sertu Wahyudi yang membantu kami untuk masuk ke beberapa wilayah adat yang tak diketahui pemandu kami.
Di kantor Koramil inilah kami menginap beberapa hari sebab belum ada penginapan komersial. Bila ada yang berkunjung ke Anggi, biasanya mereka buka tenda di atas atau menginap di rumah penduduk.
Namun perlu dicatat, harus membawa peralatan yang memadahi untuk bertahan di ketinggian 2.300mdpl-2.900mpdl dengan suhu kadang drop hingga di bawah 5 derajd celcius.
Perlu diingat, bila ingin mengadakan eksplorasi atau beraktivitas di CA Arfak harus mendapatkan Simaksi (Surat Izin Masuk Wilayah Konservasi) yang bisa didapat di BKSDA Manokwari. Surat ini tidak dipungut biaya, hanya harus mengurus jauh-jauh hari agar pada saat hari H kedatangan kita sudah siap.
Ragam Flora di Danau Kembar
Hal yang langsung dinikmati oleh para wisatawan yaitu pemandangan alam yang memikat. Sepasang danau kembar yaitu Danau Anggi Gida (danau perempuan) dan Danau Anggi Giji (danau laki-laki) merupakan spot foto yang menarik untuk memotret.
Selain pemandangan, fokus kami memang memotret keragaman flora di kawasan CA Arfak. Menurut Budi Mulyanto, Kepala BBKSDA Papua Barat, flora ikonik di CA Arfak adalah pisang raksasa (Musa ingens) dan flame of irian (Mucuna novaeguinea).
Ketika masuk ke hutan bahkan tak jauh dari jalan raya, kami menemukan keragaman flora yang sangat tinggi dan banyak di antaranya merupakan endemik Arfak. Misalnya aneka jenis sarang semut, bunga rodhodendron, dan tentu saja ragam anggrek. Bahkan beberapa kemungkinan adalah spesies yang belum diidentifikasikan.
Namun, ada hal mengkhawatirkan yang terlihat. Keperkasaan hutan yang tadinya nyaris tak terjamah, kini terbelah untuk infrastruktur jalan raya.
Pemekaran kabupaten yang dulunya bagian dari Kabupaten Manokwari, berdiri menjadi Kabupaten Pegunangan Arfak meminta pembangunan infrastruktur pendukung yang tak sedikit.
Alih fungsi hutan menjadi perkantoran dan rumah pegawai. Jalan dan bangunan yang dibangun membelah wilayah hutan menghadapi dilema. Di satu sisi, mempermudah akses.
Sementara di sisi berbeda, selain mengambil luasan kawasan yang menjadi habitat flora/fauna juga membuka jalan sekaligus membuka akses bagi perambah. Hal ini cukup mengkhawatirkan bila tidak didukung dengan pengawasan yang memadahi.
CA Pegunungan Arfak masih merupakan PR besar dalam menjaga keutuhannya. Menurut Budi, belum ada kantor (infrastruktur) dan personil yang ditempatkan khusus di Kawasan Arfak.
Sejauh ini, pengamanan kawasan masih berbasis kegiatan dan belum maksimal. Tak hanya itu, kurangnya data/ informasi potensi kawasan.
Meski sudah banyak penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dalam hal ini Universitas Papua, namun belum ada database yang memadai sehingga segala informasi yang diperlukan tersedia. Sementara ancaman terhadap kelestarian kawasan CA Pegunungan Arfak sangat tinggi.
CA Arfak merupakan sebuah ekosistem yang mewakili tanah Papua karena dihuni oleh hidupan liar (wildlife) yang dilindungi dan tempat hidup flora/fauna ikonik. Harapan kami sebagai pejalan, semoga ada strategi yang tepat agar menjadi solusi pembangunan di Arfak. (tik/hdl)