Surabaya (www.pilar.id) – Tempat ini selalu menyimpan cerita. Begitu juga saat pandemi Covid-19, saat jarak yang dekat tak lagi leluasa. Sholat jamaah serba terbatas, baik dari jumlah jamaah, shaf, dan sejumlah tata cara.
Yang jelas, tiap pagi dan sore menjelang senja, halaman masjid ini masih diwarnai lalu lalang manusia. Orang-orang yang sibuk mencari rejeki di depan masjid, berburu asa untuk hidup sehari-hari.
Di sisi lain, beberapa orang duduk tenang menunggu maghrib. Membaca doa, ada juga yang mengamati ‘atraksi’ kecil di depan masjid.
Sementara di belakang mereka, Masjid Nasional Al Akbar, akrab disebut Masjid Agung Surabaya, berdiri megah menutup cahaya matahari yang perlahan sirna. Inilah masjid terbesar kedua di Indonesia, masjid yang dibangun di atas lahan seluas 22.300 meter persegi di Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan.
“Masih ramai, tapi tidak seperti dulu. Biar begitu saya dan keluarga masih sering ke sini. Momong anak-anak,” kata Warsono, warga Wonokromo, Surabaya.
Selama pandemi, ia tak lupa mengenakan masker demi menjaga agar tak tertular Covid-19. “Sejak Juni lalu malah rangkap dua,” katanya sambil tersenyum. Usai pamit, ia berjalan mengikuti anaknya yang lari kecil ke arah kereta kuda.
“Mau naik ini,” katanya sambil meloncat gembira. Belum genap kursi kereta diduduki penumpang, sang pemilik mulai beraksi agar kereta mulai melaju. Sejenak terdengar suara tapak kuda, lalu menghilang perlahan. (hdl)