Jakarta (pilar.id) – Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Ma’ruf mengatakan, pemerintah tetap harus mencermati perkembangan ekonomi di Turki. Tingginya inflasi dan pelemahan mata uang di Turki akan membawa efek domino terhadap perekonomian nasional.
“Meskipun kita hanya dampak ikutan saja, bukan dampak utama,” kata Ma’ruf kepada Pilar.id, di Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Menurut Ma’ruf, efek domino tersebut tidak akan terlalu signifikan karena neraca dagang Indonesia dan Turki juga masih terbatas. Namun, dampak tersebut akan lebih terasa jika terjadi gejolak pangan dunia.
“Sebenarnya kita ekspor impornya nggak terlalu besar, yang kedua barangnya itu bisa disubstitusi. Lha kalau barang bisa disubtitusi masih aman,” kata Ma’ruf.
Beberapa produk unggulan Turki memang tidak bisa disubtitusi dari negara lain. Salah satunya produk textil berupa karpet dengan motif Turki. “Tetapi produk karpet dengan motif lain, China sudah biasa memproduksi itu. Dan itu bukan kebutuhan pokok di Indonesia. Insya Allah Indonesia tidak terdampak signifikan,” kata Ma’ruf.
Ditambahkan Ma’ruf, beberapa negara terlihat tengah memasuki resesi ekonomi, termasuk Turki. Jika pemerintah Turki gagal mengelola inflasi yang tertinggi sejak 20 tahun terakhir itu, maka berpotensi terjadi distabilitas ekonomi.
“Karena masyarakat Turki merasa sangat terbebani pada harga yang sangat tinggi, sementara kapasitas negara juga terbatas,” kata Ma’ruf.
Inflasi di Turki, lanjut dia, dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya tingkat produksi yang tergantung pada negara lain. Sehingga ketika harga bahan baku di tingkat global naik signifikan, maka secara otomatis akan mempengaruhi inflasi di negara tersebut.
“Sebenarnya harga (komoditas) internasional itu naik, tidak hanya mengenai Turki. Inflasi nasional trennya juga naik,” kata Ma’ruf.
Kendati demikian, Indonesia harus mengambil pelajaran berharga dari Turki. Indonesia, kata Ma’ruf, jangan mengabaikan begitu saja kenaikan harga komoditas internasional karena akan terjadi efek domino ke perekonomian domestik.
“Jadi stimulusnya bukan hanya Turki, tapi lebih ke pasar internasional,” pungkasnya. (Ach/din)