Surabaya (pilar.id) – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, dengan gembira menyambut inisiatif gotong royong akademik dalam menjaga dan mengembangkan Sungai Brantas. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara gala dinner peserta International Workshop Brantas River of Life yang berlangsung di Gedung Negara Grahadi pada Rabu (18/10/2023).
Emil Dardak mengatakan, ia mengapresiasi semangat tinggi perguruan tinggi, khususnya Universitas Airlangga, dan delegasi internasional yang terlibat dalam upaya melestarikan dan meningkatkan Sungai Brantas.
“Kami sangat senang melihat semangat yang ditunjukkan oleh delegasi internasional dari berbagai negara, seperti Belanda, Thailand, dan lainnya, terhadap pengembangan Sungai Brantas sebagai sumber kehidupan masyarakat,” ungkapnya.
Menurut data yang terkumpul, Sungai Brantas membentang sepanjang 320 kilometer, melewati beberapa kabupaten dan kota, seperti Tulungagung, Trenggalek, Surabaya, Malang, Blitar, hingga Kota Batu. Sungai Brantas juga bertemu dengan Sungai Kalimas, menambah kompleksitas dalam upaya pelestariannya.
“Secara geografis, Sungai Brantas melewati beberapa kabupaten dan kota, termasuk Tulungagung, Trenggalek, Surabaya, Malang, Blitar, hingga Kota Batu, yang juga bertemu dengan Sungai Kalimas. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama berbagai pihak untuk menjaga Sungai Brantas,” katanya.
Emil menjelaskan bahwa sebelumnya telah terjalin kerja sama dengan Belanda dalam pengembangan Sungai Kalimas, yang menjadi salah satu prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Namun, Sungai Brantas memiliki peran penting dalam sejarah dan kehidupan masyarakat Jawa Timur, mulai dari zaman Majapahit hingga saat ini. Oleh karena itu, pelestariannya melibatkan aspek sosial serta teknis.
“Sungai Brantas telah menjadi bagian penting sejak zaman Majapahit hingga hari ini, berperan dalam penyediaan air dan kebutuhan listrik. Oleh karena itu, kerja sama multidisiplin akademik ini sangat baik, mengingat bahwa masalahnya tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga sosial,” jelasnya.
Emil menekankan dua aspek kunci yang perlu diperhatikan, yaitu kualitas air dan mitigasi risiko banjir. Beberapa isu sosial, seperti perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai, industri yang berlokasi di sekitar sungai, dan tata letak rumah yang cenderung menghadap jauh dari sungai, harus ditangani melalui pendekatan sosial.
“Beberapa isu sosial dapat diatasi secara bertahap melalui social engineering, seperti mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesadaran akan sungai. Dalam upaya ini, pemasangan kamera pengawas (CCTV) di sepanjang Sungai Brantas juga telah dilakukan untuk mengurangi perilaku ini,” ungkapnya.
Emil juga menggarisbawahi permasalahan industri yang berlokasi di sepanjang Sungai Brantas, di mana penanganan limbah industri menjadi tantangan. Upaya edukasi dan penegakan hukum terus diberikan kepada pelaku usaha untuk mengatasi permasalahan ini.
Di samping itu, kegiatan ekonomi masyarakat yang bergantung pada Sungai Brantas juga berpotensi mencemari air. Di wilayah Karangkates, yang berbatasan antara Malang dan Blitar, terdapat usaha aquakultur yang dapat menyebabkan polusi air, terutama dari limbah pakan ikan. Sedimentasi juga menjadi isu serius yang membutuhkan alokasi anggaran besar.
Emil berharap bahwa momentum baik ini akan memberikan kontribusi penting dalam upaya menjaga dan mengembangkan Sungai Brantas. “Saya meyakini bahwa ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk merawat dan mengembangkan Sungai Brantas dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan, melibatkan seluruh pihak, termasuk masyarakat dan media,” tutupnya. (usm/ted)