Surabaya (pilar.id) – Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu penyakit dengan risiko kematian tertinggi di dunia, terutama di negara berkembang. Selain risiko tinggi terhadap kematian, PTM juga memerlukan biaya penanganan yang tinggi.
Profesor Dr. Dra. Ec Thinni Nurul Rochmah, seorang Guru Besar dari Universitas Airlangga (Unair), menyampaikan pentingnya penanganan PTM dari akar permasalahan. Usulan ini disampaikannya saat ia diukuhkan sebagai Guru Besar dengan judul “Minimalisasi Beban Ekonomi Akibat Sakit pada Penyakit Tidak Menular (Tinjauan Ekonomi Kesehatan)” pada Kamis (7/9/2023) lalu.
Prof. Thinni menjelaskan bahwa PTM seringkali memerlukan waktu perawatan yang lama dan biaya yang besar, bahkan sering membuat penderitanya jatuh miskin. Salah satu contoh penyakit PTM yang paling umum adalah penyakit jantung dan stroke. Baginya, penanganan yang tepat bukanlah sekadar pengobatan, melainkan mencari akar penyebabnya.
Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana besar melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk menangani PTM. Sebagai contoh, pada tahun 2020, BPJS Kesehatan menghabiskan sekitar 20 triliun rupiah untuk penanganan penyakit katastropik. Penyakit jantung dan stroke sendiri mencapai 62,2 persen dari total klaim biaya penanganan.
Biaya tersebut hanya mencakup biaya medis langsung, sementara biaya tidak langsung seperti hilangnya produktivitas penderitanya juga harus diperhitungkan. Akumulasi biaya ini menghasilkan kerugian tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.
Prof. Thinni berpendapat bahwa langkah preventif adalah kunci untuk mengurangi dampak penyakit PTM. Ia menekankan perlunya upaya pencegahan yang lebih optimal, mengacu pada negara maju yang telah berhasil menghemat biaya dan mengurangi risiko penyakit jantung koroner melalui reformulasi garam dalam makanan.
Dengan menggencarkan program-program preventif dan promotif, diharapkan kualitas hidup masyarakat dapat meningkat, yang pada akhirnya akan mengurangi kebutuhan akan pembiayaan kesehatan dalam program kuratif dan rehabilitatif.
Guru Besar Unair ini menyimpulkan bahwa upaya preventif harus didorong lebih keras agar dampak penyakit tidak menular dapat dikurangi secara signifikan. (usm/ted)