Surabaya (pilar.id) – Kasus keracunan ikan buntal kembali menjadi perhatian. Satu keluarga di Bima, Nusa Tenggara Barat, mengalami keracunan yang mengakibatkan satu orang meninggal dan tiga lainnya dirawat intensif.
Menanggapi insiden ini, dosen pengolahan hasil perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR), Eka Saputra, S Pi, M Si, menyoroti pentingnya pengolahan ikan yang tepat.
“Ikan buntal mengandung racun tetrodotoxin (TTX), salah satu racun paling mematikan. Pengolahannya harus dilakukan oleh ahli yang bersertifikat untuk mencegah risiko keracunan,” tegas Eka.
Bahaya Racun Tetrodotoxin
Tetrodotoxin terdapat pada organ seperti hati, ovarium, usus, dan kulit ikan buntal. Dalam beberapa kasus, dagingnya pun bisa terkontaminasi jika pengolahan tidak dilakukan dengan benar.
Eka menjelaskan, gejala keracunan biasanya muncul dalam 20 menit hingga 3 jam setelah konsumsi, seperti mati rasa pada bibir, mual, muntah, hingga kelumpuhan otot.
“Jika dibiarkan, keracunan ini bisa menyebabkan kesulitan bernapas dan penurunan tekanan darah yang fatal,” katanya.
Pengolahan yang Tepat
Proses pengolahan ikan buntal memerlukan keahlian khusus. Racun tetrodotoxin tidak dapat dihancurkan melalui proses memasak biasa.
“Di Jepang, hanya restoran bersertifikat yang diizinkan menyajikan ikan buntal. Para ahli dilatih untuk mengidentifikasi bagian beracun dan menghindari kontaminasi silang. Ini bukan sekadar memasak, tetapi juga tradisi yang menggabungkan rasa, keterampilan, dan kehati-hatian,” ujar Eka.
Manfaat Gizi Ikan Buntal
Meski berbahaya, ikan buntal mengandung protein tinggi, lemak rendah, serta vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi tubuh. Namun, manfaat ini hanya dapat diperoleh jika diolah dengan benar.
“Tanpa pengolahan yang tepat, manfaat tersebut tidak sebanding dengan risikonya. Konsumsi ikan buntal harus dilakukan dengan sangat hati-hati,” tambahnya.
Eka mengimbau masyarakat untuk lebih memahami karakteristik bahan makanan laut yang berisiko seperti ikan buntal.
“Untuk memastikan keamanan, konsumsi ikan buntal atau hasil perikanan berisiko lainnya harus melibatkan ahli. Kesalahan kecil dapat membahayakan nyawa,” tutup Eka. (ret/hdl)