Nusa Dua, Bali (pilar.id) – Krisis pangan dan energi akan berdampak besar bagi negara-negara berkembang, khususnya negara-negara berpenghasilan rendah dan kepulauan kecil.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menjelaskan seluruh negara anggota G20 menyatakan keprihatinan atas melonjaknya harga pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina.
“Ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan gangguan rantai pasokan pangan global; mengintegrasikan kembali (pasokan) makanan dan pupuk dari Ukraina dan Rusia ke pasar global adalah sangat penting,” jelasnya pada konferensi pers setelah G20 Foreign Pertemuan Menteri di sini, pada hari Jumat.
Beberapa peserta FMM G20 menyatakan dukungannya terhadap upaya Sekjen PBB untuk menyediakan jalur yang aman bagi pasokan makanan dan energi dari Rusia dan Ukraina, termasuk melalui pelabuhan.
“Beberapa peserta menggarisbawahi bahwa makanan dan pupuk dibebaskan dari sanksi. Mereka menyatakan kesiapan untuk mengatasi kesulitan praktis dalam melakukan perdagangan makanan dan pupuk, termasuk pembayaran, asuransi, logistik dan sebagainya,” paparnya.
Pertemuan tersebut juga membahas komitmen untuk menjajaki kerja sama G20 untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi, termasuk melalui sistem PBB.
Invasi Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari 2022 telah mempengaruhi ketahanan pangan global karena kedua negara tersebut merupakan pengekspor utama produk pertanian.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Rusia dan Ukraina masing-masing memasok 11 persen dan 3 persen kebutuhan gandum dunia pada 2021.
Banyak negara Afrika, Eropa Timur, dan Asia Tengah bergantung pada impor pangan dari kedua negara tersebut. Rusia dan Ukraina memasok hingga 80 persen kebutuhan gandum di Kenya, Somalia, Ethiopia, Armenia, Mongolia, Azerbaijan, dan beberapa negara lainnya.
Perang juga telah menyebabkan Rusia memblokade pelabuhan Ukraina di Laut Hitam, membuat Ukraina tidak dapat mengekspor produk pertanian. Sementara itu, sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia juga mempengaruhi pasokan pangan global.
Rusia telah mengurangi atau menghentikan ekspor komoditas yang sangat dibutuhkan, termasuk gas alam, ke negara-negara Eropa sebagai balasan atas sanksi tersebut.
FAO telah memperkirakan bahwa harga makanan dan pakan ternak akan membengkak sebesar 8–22 persen dan jumlah orang yang kekurangan gizi akan meningkat sebesar 8–13 juta jika perang berlanjut. (din/Antara)