Jakarta (pilar.id) – Upaya pembubaran diskusi publik kembali terjadi. Kali ini, upaya pembubaran diskusi publik tersebut terjadi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Kamis (9/3/2023) siang.
Berlokasi di salah satu kafe yang ada di Tebet diskusi publik bertema ‘Masa Depan Orang Utan Tapanuli dan Ekosistem Batang Toru’ hendak dibubarkan oleh empat orang tak dikenal.
Aksi dan upaya pembubaran diskusi publik ini, medapat kecaman keras dari Komite Keselamatan Jurnalis.
Koordinator Keselamatan Jurnalis, Erick Tanjung menegaskan bahwa upaya pembubaran diskusi publik tersebut telah mencederai kebebasan berekspresi dan berkumpul dengan damai.
Apalagi, lanjut Erick, kebebasan berekspresi dan berkumpul merupakan salah satu hak masyarakat di Indonesia yang juga mendapat jaminan dari Konstitusi UUD 1945.
“Siapapun harus menjunjung tinggi hak-hak tersebut,” tegas Erick Tanjung melalui keterangan resmi, Kamis (9/3/2023).
Erick pun menyatakan bahwa Komisi Keselamatan Jurnalis memberikan dukungan agar para pelaku pembubaran diskusi publik tersebut dilaporkan dan diproses secara hukum.
“Aksi intimidasi dan ancaman ini akan terulang lagi bila dibiarkan. Bukt-bukti sudah ada dan terlihat jelas dalam rekaman video. Maka harus ditelusuri apakah insiden itu merupakan aksi spontan individual atau sudah direncanakan dan siapa dalangnya,” lanjut Erick.
KKJ memandang bahwa acara diskusi semacam ini tidak boleh diganggu apalagi sampai dibubarkan paksa, mengingat betapa pentingnya topik yang dibicarakan.
Diskusi orang utan Tapanuli ini merupakan respons atas liputan kolaborasi lima media massa nasional beberapa waktu lalu yang mengangkat masalah ancaman Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada bentang alam Batang Toru, Sumatera Utara.
Sejumlah permasalahan proyek diungkap dalam liputan kolaborasi tersebut. Selain ancaman terhadap kawasan dan habitat orang utan, PLTA juga dibangun di atas kawasan yang dinilai merupakan sesar bencana.
Sudah banyak kejadian bencana longsor menewaskan korban jiwa manusia, termasuk para pekerja di kawasan tersebut. Selain itu, proyek PLTA yang diklaim untuk menghadirkan energi bersih ini juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Proyek dinilai berpotensi menimbulkan keuangan negara.
Maka diskusi publik yang merespons liputan kolaborasi media massa itu seharusnya tidak disikapi dengan tindakan atau upaya pembubaran.
KKJ mengimbau semua pihak untuk menghargai diskusi hasil liputan jurnalistik sebagai bagian dari kebebasan pers di Indonesia. Bila ada yang merasa keberatan atas sebuah karya jurnalistik bisa dilakukan dengan mengirimkan hak jawab ke media. Peraturan tentang hak jawab diatur di pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15 Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999.
Terkait dengan kronologi pembubaran diskusi publik yang digelar oleh Satya Bumi dan sejumlah organisasi sosial masyarakat tersebut, diperkirakan bermula pada pukul 10.30 WIB saat acara hendak dimulai.
Ketika itu, tiba-tiba empat orang tak dikenal datang ke lokasi acara dan salah seorang di antaranya marah-marah dengan nada membentak menyuruh diskusi dibubarkan. Panitia berupaya menenangkan, namun yang bersangkutan tetap berkeras agar diskusi tidak dilanjutkan dan melabrak sebuah kursi secara emosional.
Tanpa menyebut identitas dan asal institusinya, pria tersebut mengaku dari Salemba, Jakarta Pusat.
Ketegangan ini berlangsung sekitar 15 menit, dan akhirnya mulai mereda setelah panitia membawa pria yang bersangkutan ke lantai bawah untuk berdialog dan menjelaskan konteks acaranya.
Pelaku sempat tidak terima dan akhirnya panitia memanggil petugas keamanan. Hingga pukul 12.00 WIB siang tadi diskusi tetap berlangsung. (fat)