Surabaya (pilar.id) – Isu artificial intelligence (AI) muncul dalam Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) bertema ‘Menjadi Jurnalis Andal di Media Digital’, Jumat (31/3/2023).
Hendro D. Laksono, narasumber dalam kuliah umum ini, menyampaikan beberapa poin penting yang muncul di industri media sempat jadi pembicaraan serius dalam pelatihan Advanced Fellowship Media Sustainaibility 2023 Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang didukung Internews-USAID MEDIA di Bali, 28 Februari hingga 3 Maret 2023 lalu.
“Suka tidak suka, mau tidak mau, kita akan bilang selamat datang artificial intelligence,” kata alumnus Stikosa AWS angkatan 1992 ini di depan peserta.
Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan produk teknologi yang berfokus pada pengembangan sistem komputer yang dapat melakukan tugas-tugas, yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti pemrosesan bahasa alami, pengenalan gambar, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
Dijelaskan Hendro, teknologi AI mencakup berbagai teknik dan metode seperti machine learning, neural networks, natural language processing, computer vision, robotics, dan lainnya.
“Tujuan utama dari AI adalah untuk menciptakan mesin atau program yang dapat memperbaiki diri sendiri, mampu beradaptasi dengan lingkungan dan situasi yang berubah-ubah, serta dapat melakukan tugas-tugas yang kompleks dengan efisien dan akurat,” terangnya.
AI saat ini memiliki berbagai aplikasi yang luas dan terus berkembang, termasuk di bidang bisnis, kesehatan, keamanan, otomotif, manufaktur, dan sebagainya.
“Namun, perkembangan teknologi AI juga menimbulkan beberapa kekhawatiran terkait privasi, keamanan, dan dampaknya pada pekerjaan manusia,” imbuh penanggung jawab IT di portal beritajatim.com ini.
Dia pun bercerita, di luar negeri, sebuah grup yang fokus pada etika teknologi bahkan terang-terangan meminta Komisi Perdagangan Federal untuk menyelidiki OpenAI karena melanggar aturan perlindungan konsumen, dengan alasan bahwa peluncuran alat pembuat teks AI organisasi telah ‘bias, menipu, dan berisiko terhadap keselamatan publik’.
OpenAI sendiri dikenal sebagai organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 2015 oleh sekelompok tokoh terkemuka di dunia teknologi, antara lain Elon Musk, Sam Altman, Greg Brockman, dan beberapa lainnya.
Tujuan utama OpenAI adalah untuk memajukan pengembangan dan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) secara positif dan bertanggung jawab.
Hendro pun menjelaskan, AI memang pisau bermata dua. Satu sisi, produk ini jika dikelola dan digunakan secara benar, sebetulnya bisa banyak membantu. Di antaranya terkait pengelolaan dan suplai data.
“Ancamannya, seperti produk teknologi lain, ia akan tumbuh dan berpotensi mengganti keberadaan sumber daya manusia, baik human resources maupun human capital,” kata pendiri Komunitas Klub Jurnalistik Surabaya ini.
Di depan peserta, Hendro kemudian mendemonstrasikan video news anchor berbasis AI. Kata dia, hanya bermodal 300 Dollar AS, perusahaan media bisa memiliki banyak profil pembaca berita dengan wajah dan gaya seperti yang diinginkan.
Sementara teknologi teks AI, bisa digunakan dengan biaya 20 Dollar AS. “Dengan biaya segini, hany Rp 300 ribu per bulan, kita bisa membuat lebih dari 200 artikel bebas dengan kualitas cukup baik. Dalam pengertian, artikel yang lolos plagiarism checker,” tegasnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan. Hendro menjelaskan, AI pada dasarnya produk teknologi yang tak sepenuhnya mampu berperilaku seperti manusia. Artinya, ada sisi yang AI tak bisa melakukan, dan ini tetap butuh keberadaan manusia.
“Seperti kreativitas, human dan humanity touch, sentuhan sastra, dan lain-lain,” jawab Redaktur Pelaksana di Pilar.ID ini.
Selain isu AI, dalam kuliah umum ini Hendro juga memaparkan isu lain yang jadi trend di dunia media. Seperti virtual reality, privacy, hingga fakta yang menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat pada berita makin turun.
“Ini trend yang tumbuh menjadi tantangan dan peluang bagi kita, insan media. Sebagai wartawab, Anda dituntut menjadi lebih baik secara skill dan wawasan, sehingga mampu mengimbangi perkembangan zaman,” tegasnya di depan para mahasiswa.
Setiap masa, kata Hendro, industri media berhadapan dengan banyak peluang dan tantangan yang berbeda.
“Dan seperti apa yang disampaikan Charles Darwin dalam teori seleksi alam, the survival is the fittest. Mereka yang bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya, termasuk mampu mengatasi tekanan seleksi yang berbeda, mulai dari kondisi secara makro, persaingan, dan sebagainya,” tutup Hendro. (jel/hdl)