Jakarta (pilar.id) – Tahap pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 1445 H/2024 M telah ditutup pada bulan April 2024, dengan kuota haji Indonesia yang sudah terpenuhi.
Menyikapi hal ini, Kementerian Agama (Kemenag) mengingatkan jemaah agar tidak tergiur dengan berbagai tawaran perjalanan menggunakan visa non haji.
Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie, menegaskan bahwa saat ini kuota haji Indonesia telah terpenuhi, dan jemaah diminta untuk berhati-hati terhadap tawaran perjalanan dengan visa non haji.
“Jangan tertipu dengan tawaran tersebut, karena kuota haji Indonesia sudah terisi penuh. Jemaah perlu waspada agar tidak terjebak dalam tawaran yang tidak sesuai,” kata Anna Hasbie di Jakarta, pada hari Minggu (5/5/2024).
Menurut Anna, visa untuk haji Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu haji reguler yang diselenggarakan oleh pemerintah dan haji khusus yang diadakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Kuota haji Indonesia untuk tahun ini mencapai 241.000 jemaah, termasuk 213.320 kuota untuk haji reguler dan 27.680 kuota untuk haji khusus.
Anna juga menyoroti bahwa Saudi semakin memperketat aturan visa haji, dengan menginformasikan potensi penyalahgunaan visa non haji tahun ini. “Saudi telah memberitahu kita tentang kemungkinan penyalahgunaan visa non haji. Mereka akan memberlakukan aturan ketat dan melakukan pemeriksaan yang ketat terhadap jemaah,” ungkap Anna.
Kemenag juga mengingatkan bahwa tahap pelunasan biaya haji sudah ditutup, dan proses penerbitan visa jemaah sedang berlangsung. Sampai saat ini, lebih dari 195 ribu visa jemaah haji reguler telah diterbitkan. Jemaah haji reguler dijadwalkan akan berangkat ke Arab Saudi pada 12 Mei 2024, sementara jemaah haji khusus akan mulai terbang pada 23 Mei 2024.
Anna menekankan pentingnya waspada terhadap tawaran tidak resmi untuk perjalanan haji, mengingat kasus-kasus di masa lalu di mana jemaah akhirnya dideportasi dari Arab Saudi. “Kementerian Haji dan Umrah Saudi telah berkolaborasi dengan Kemenag untuk mencegah terjadinya kerugian bagi jemaah,” tambahnya.
“Dalam hal ini, risiko yang dihadapi sangat besar. Selain tidak dapat melaksanakan ibadah haji, jemaah juga berisiko tidak bisa masuk ke Saudi selama 10 tahun ke depan jika terdeportasi. Oleh karena itu, perlu kewaspadaan ekstra terhadap tawaran perjalanan yang tidak resmi,” tegas Anna. (usm/hdl)