Kudus (pilar.id) – Sejarah Kota Kudus yang berjarak 24 kilometer timur laut kota dari Demak, Jawa Tengah, tak lepas dari peran Sunan Kudus, satu di antara sembilan wali (Walisongo) yang menyebarkan agama Islam di Jawa.
Lewat pendekatan budaya, dengan tidak serta-merta menghilangkan budaya setempat yang kala itu kental dengan ajaran Hindu-Budha, Sunan Kudus memperkenalkan agama Islam. Prinsip penghargaan budaya setempat, juga diterapkan dalam pembangunan Masjid Menara Kudus.
Saat mendirikan masjid Kudus pada 1956 H atau tahun 1548 M, Ja’far Shoddiq atau Sunan Kudus menerapkan elemen-elemen budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus agar masyarkat tertarik untuk mengikuti ajaran Islam tanpa merasa terpaksa.
Nama kota dan masjid Kudus terinspirasi dari nama Masjidil Aqsa, di kota tua Yerusalem, saat Ja’far Shoddiq menimba ilmu Islam di sana.
Tidak seperti masjid besar lainnya, Masjid Menara Kudus tidak terletak di pusat kota melainkan di pinggiran kota, tepatnya di Jalan Menara, sebuah jalan kecil yang menghubungkan langsung Kota Kudus dan Kota Jepara yang merupakan kota pelabuhan di kawasan pantai utara Jawa.
Bertepatan dengan bulan Ramadhan, Masjid Menara Kudus dipadati jamaah sholat tarawih. Di bagian utama dalam masjid, sholat tarawih dilaksanakan dengan bacaan surat panjang. Jamaah juga bisa memilih mengikuti sholat tarawih di bagian luar (sayap kiri) masjid utama dengan bacaan surat-surat pendek.
Selepas sholat isya’ dan tarawih, umumnya jamaah setempat beristirahat di teras masjid atau di dekat menara masjid. Sejumlah wisatawan lokal juga kerap menikmati situasi dan berfoto di dekat menara.
Menara masjid setinggi 18 meter dibangun dengan material bata merah, layaknya candi Hindu, menjadi daya tarik utama Masjid Menara Kudus. Atap menara berupa atap tajug dua tingkat menyerupai atap meru yang berfungsi untuk mengatapi bangunan-bangunan suci di dalam pura, seperti dicatat oleh Andanti Puspita Sari Pradisa, dalam Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI).
Masjid Menara Kudus sendiri memiliki luas kurang lebih 5000 m2 dengan tembok-tembok bata merah yang membatasi sekeliling masjid dengan perkampungan di sekitarnya. Selain rumah penduduk, di sekitar kompleks masjid terdapat pedagang baju muslim dan oleh-oleh khas Kudus.
Menyaksikan Kompleks Masjid Menara Kudus, seperti halnya menyaksikan simbol peradaban yang luhur dan kental dengan aroma toleransi. Jamaah berpeci dan sarung yang menjalankan ritual agama Islam di antara bangunan berciri khas Hindu adalah pemandangan biasa yang berlangsung selama berabad-abad. (mis/hdl)