Jakarta (pilar.id) – Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai silaturahmi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dengan Ketum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto adalah pertemuan informal.
Dalam pertemuan informal, segala hal bisa diperbincangkan sepanjang berkesesuaian dengan kepentingan para pihak. Hal itu berbeda dengan pertemuan formal yang lebih kaku karena ada koridor protokoler.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri menerima kunjungan silaturahmi dari Prabowo di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat (2/5/2022).
Saat itu Megawati didampingi Prananda Prabowo dan Puan Maharani, sedangkan Prabowo didampingi Didit Hediprasetyo dan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.
“Saya melihat ini pertemuan informal. Biasanya pertemuan informal itu lebih dekat secara psikologis, sosiologis, dan antropologis,” ujar Emrus di Jakarta, Jumat (6/5/2022) lalu.
Hal ini, lanjutnya, jadi bukti adanya kedekatan antara PDIP dan Partai Gerindra. Pertemuan informal mensyaratkan adanya kedekatan psikologis. Pertemuan itu juga bisa menjadi embrio kerja sama politik dalam menghadapi Pilpres 2024.
“Ini akan produktif dalam komunikasi politik ke depan dalam rangka pemasangan capres-cawapres,” lanjutnya.
Menurut Emrus, hal itu akan berpengaruh terhadap skema 2024. Jika keduanya berkoalisi untuk mengajukan pasangan calon Prabowo-Puan pada Pilpres 2024, maka akan sangat produktif. Apalagi jika ditambah dengan koalisi partai lain seperti Golkar, Nasdem, PKB, dan PPP.
“Kalau itu dilakukan, saya kira hampir dipastikan memenangkan pemilu,” tegasnya. Ia juga menilai, pasangan Prabowo-Puan tidak hanya akan memenangkan kontestasi 2024, tetapi juga mampu membawa Indonesia lebih maju. Menurutnya, pasangan itu juga menilai pasangan calon Prabowo-Puan juga saling melengkapi.
Prabowo dengan basis popularitas dan elektabilitas, sedangkan Puan dengan kualitas yang teruji ketika menduduki berbagai jabatan, seperti Menko PMK dan Ketua DPR RI. Sebagai sosok perempuan, Puan juga dinilai memainkan peran keibuan untuk merangkul, merekatkan, dan mengayomi semua golongan.
“Artinya, Puan Maharani bisa merekatkan bangsa ini,” tegasnya. Apalagi Gerindra dan PDIP mempunyai karakter kepartaian yang kurang lebih sama yakni loyalitas kader yang sangat besar terhadap ketua umum masing-masing. Ketum partai mempunyai pengaruh dan peran yang sangat besar. Kedua partai itu juga menempati urutan tertinggi dalam perolehan suara pada Pemilu 2019.
“Gerindra dan PDIP, mereka (kader) sudah sangat percaya dengan ketua umum partainya. Jadi mereka tegak lurus,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat politik dan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya menyatakan bawha Puan Maharani perlu memperkuat personal branding, bukan sekedar dikenal sebagai cucu proklamator maupun Ketua DPR.
“Mbak Puan harus berani menerobos pandangan lama yang muncul tentang dirinya, sering dilihat normatif, ada keterbatasan sebagai Ketua DPR, lebih bergantung pada sosok atau trah keluarga, dia harus menunjukkan personal brandingnya secara pribadi,” kata
Selama ini masyarakat mengenal Puan sebagai keturunan Soekarno, prestasi dia semasa menjabat di Kabinet Kerja di tahun 2014-2019 dan sebagai Ketua DPR. Namun menurut Yunarto, Puan masih perlu terus turun ke masyarakat.
“Jadi dia harus berani berbicara tentang apa yang ada di lapangan, isu-isu terkini termasuk banyak turun di lapangan, bukan cuma dalam kapasitas sebagai ketua DPR. Dia harus datang sebagai kader PDIP dan mungkin dari situ kedekatan dengan masyarakat bisa lebih muncul,” terang pria yang akrab disapa Mas Toto ini. (mia/hdl)