Surabaya (pilar.id) – Dalam kurun waktu tiga bulan, Nahdlatul Ulama (NU) telah berhasil menggelar dua kegiatan tingkat internasional.
Pertama adalah Religion 20 (R20), 2 November 2022 lalu, yang diinisiasi oleh NU agar bisa menjadi salah satu rangkaian kegiatan dari Group of Twenty (G20).
Kedua, Muktamar Internasional Fikih Peradaban 1 yang berlangsung di Hotel Shangri-La, Surabaya pada Senin (6/2/2023) hari ini.
Dalam kegiatan Muktamar Internasional Fikih Peradaban 1 tersebut, total ada 200 ulama dari seluruh Indonesia dan 50 ulama dari berbagai negara yang diundang dan turut hadir.
Wakil Ketua SC Muktamara Fikih Peradaban 1, Gus Ulil Abshar Abdala menjelaskan bahwa gelaran internasional ini adalah bagian dari upaya NU terlibat aktif di ranah global.
Utamanya, NU ingin berperan aktif dalam melakukan diplomasi global dalam rangka mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan damai.
Keinginan NU untuk terlibat aktif dalam diplomasi global ini, menurut Gus Ulil adalah upaya meneladani apa yang sudah pernah dilakukan oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat menjadi Presiden RI.
Dimana, Gus Dur juga adalah salah satu tokoh besar di NU dan pernah menjadi Ketua Umum PBNU yang menjabat sejak 1984 hingga 1999.
“Gus Yahya ini, dulu ngenger-nya, kan sama Gus Dur ketika menjadi jubir. Gus Yahya ingin napak tilas, melanjutkan inisiasi Gus Dur memainkan diplomasi global,” terang Gus Ulil kepada Pilar.id di Hotel Shangri-La, Surabaya, Senin (6/2/2023).
Tujuan dari keikutsertaan NU dalam diplomasi global tersebut, adalah langkah untuk menerjemahkan ajaran Islam rahmatan lil alamin agar lebih kontekstual dengan tantangan global hari ini.
Termasuk tantangan global hari ini, dimana adanya pemimpin-pemimpin negara yang melakukan serangan kepada negara lain yang berdaulat.
“Kondisi ini, kan menimbulkan ancaman kepada kestabilan global dan memberikan ancaman pada perdamaian. Nah, bagaimana ulama ikut terlbat dalam hal seperti ini,” lanjut Gus Ulil.
Muktamar Fikih Peradaban 1 yang digelar PBNU kali ini, menjadi salah satu sumbangsih dan inisiatif PBNU untuk melakukan upaya diplomasi global tersebut.
Dimana, salah satu isu utamanya adalah mencari legitimasi bagi eksistensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai satu-satunya lembaga dunia yang jadi dasar kerja sama internasional.
Dimana, melalui PPB ini, kesepakatan-kesepakatan global terkait segala permasalaha masyarakat dunia dicapai dan disepakati bersama.
“Melalui Muktamar ini, adalah upaya melibatkan ulama dalam panggung global. Titik masuknya adalah melalui isu PBB,” lanjut Gus Ulil.
Gus Ulil juga menegaskan bahwa dalam pandangan islam, legitimasi keagamaan adalah perkara penting.
“Kalau PBB mendapat legitimasi keagamaan, akan membuat ulama-ulama islam memiliki kewajiban memikirkan situasi global melalui PBB sebagai instrumen”.
Terkait dengan produk dari Muktamar Fikih Peradaban 1 ini, Gus Ulil menyebutkan bahwa nantinya akan berbentuk deklarasi.
Dimana, penyampaikan deklarasi hasil dari Muktamar Fikih Peradaban 1 yang diikuti oleh puluhan ulama dari berbagai negara, akan dibacakan pada Puncak Resepsi Satu Abad NU, di Geloda Delta Sidoarjo, Selasa (7/2/2023) besok. (fat)