Jakarta (pilar.id) – Nilai tukar rupiah semakin jauh dari asumsi makro ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belana Negara (APBN). Pada perdagangan Jumat (4/11/2022) lalu, nilai tukar melemah 43 poin atau 0,27 persen ke posisi Rp15.738 per dolar Amerika Serikar (AS).
Padahal dalam APBN 2022, nilai tukar rupiah diasumsikan Rp14.350 per dolar AS. Sedangkan pada APBN 2023, rupiah diasumsikan berada di kisaran Rp14.800 per dolar AS.
Pada pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga di tengah tren menguatnya dolar AS. Dia juga menyebut rupiah masih relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi berbagai mata uang sejumlah negara berkembang lainnya. Padahal, per 31 Oktober 2022 mata uang garuda terdepresiasi hingga 8,62 persen year to date (ytd).
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menanggapi, kalau rupiah memang terjaga semestinya tidak terdepresiasi cukup dalam. Bahkan, depresiasi nilai tukar sudah berada di atas 10 persen dari target APBN.
“Kalau terjaga itu angkanya nggak semakin naik. Malah semakin terdepresiasi. Artinya sudah nggak terjaga dong,” kata Tauhid, kepada Pilar.id, Minggu (6/11/2022).
Di sisi lain, ongkos untuk menjaga nilai tukar tetap stabil juga mahal. Karena dengan depresiasi, utang negara bakal tambah bengkak.
“Ya kan lebih tinggi dari bunganya, saya kira yang harus dijaganya di situ,” kata dia.
Menurut Tauhid, sangat mustahil bila nilai tukar rupiah berada di bawah Rp15 ribu hingga akhir tahun. Alasanya, dari segi market, asing sudah tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, meskipun suku bunga acuan sudah naik cukup tinggi.
“Nggak mungkin lah. Nggak mungkin itu terjadi di bawah Rp15 ribu,” kata dia.
Menurut Tauhid, salah satu penyebab nilai tukar terdepresiasi cukup dalam karena Bank Indonesia (BI) terlambat merespons kenaikan suku bunga acuan. Perbedaan yang terlalu tipis dengan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) mengakibatkan investor akan mengalihkan investasinya ke mata uang dolar.
Tauhid mengatakan, nilai tukar sulit untuk kembali menguat di bawah Rp15 ribu karena upaya di pasar keuangan tidak cukup kuat. Namun, BI masih bisa melakukan upaya untuk menahan nilai tukar rupiah agar tidak semkain liar dengan menaikkan suku bunga acuan, di bawah 50 basis poin.
“Mau nggak mau Bank Indonesia juga mengejar itu. Karena sekarang kan efeknya agak lambat ke kredit. Jadi menurut saya nggak ada masalah BI naikin lagi,” tandas dia. (ach/hdl)