Jakarta (pilar.id) – Bahwa Indonesia merupakan organisasi harus melakukan penataan ulang sistem
kenegaraan. Hal itu didasarkan pada fakta bahwa UUD 1945 telah mengalami perubahan fundamental dan besar besaran
Mendorong adanya modernisasi pada bidang budaya, politik dan juga hukum melalui sejumlah pendekatan ditegaskan Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie. “Pertama yakni pendekatan kultural, yang bisa dilakukan melalui gerakan pendidikan yang mencerahkan dan mencerdaskan di ruang kelas merdeka dan juga pendidikan publik yang mencerahkan dan mencerdaskan di ruang publik,” terang Jimly dalam seminar pra muktamar Muhammadiyah ke-48 yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang dipantau di Jakarta, Rabu (16/3).
Pendekatan berikutnya yakni pendekatan struktural yang terdiri dari pembaruan budaya melalui kebijakan politik dan penguatan kelembagaan dan modernisasi sistem tata kelola organisasi bernegara, dan keteladanan kepemimpinan di segala lapisan kepemimpinan nasional dan daerah.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi pertama ini menambahkan dengan memperhatikan kendala-kendala yang dihadapi selama proses pelembagaan dan juga sistem norma berbangsa dan bernegara, maka perlu
adanya strategi pembangunan sistem hukum dan politik nasional dengan melakukan penataan kembali institusi kenegaraan.
“Mengutip Daron Assemoglu dan James Robinson dalam buku “Why Nations Fail?” yang terbit pada 2013, bahwa modernisasi sistem keorganisasian untuk menjamin kualitas inklusifitas suatu organisasi yang merupakan kunci kemajuan peradaban bangsa pada masa depan,” jelasnya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Ma’mun Murod, mengatakan seminar itu mengangkat tema “Rekonstruksi Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Tema itu dinilai sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini.
“Tema ini sebagai penegasan bahwa perlu adanya konstruksi sebelum gagal. Sistem yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula, beberapa produk hukum yang ada jelas menggambarkan bagaimana kondisi sistem saat ini,” kata Ma’mun.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengatakan seminar itu sebagai bagian dari upaya bagaimana mendapatkan masukan dan gagasan besar dalam rangka penyusunan muktamar dan kepentingan lebih luas yaitu memberikan sumbangan pada bangsa dan negara serta umat.
“Tema ini menunjukkan betapa Muhammadiyah berkomitmen pada masalah kebangsaan. Ada dokumen resmi yang dirumuskan untuk Indonesia lebih berkemajuan. Muhammadiyah melihat ada beberapa gejala pada sistem ketatanegaraan. Muhammadiyah menjadi bagian Indonesia yang peduli pada persoalan ini,” tutupnya. (din/Antara)