Surabaya (pilar.id) – Kandungan Bisphenol-A (BPA) pada galon telah menjadi perbincangan hangat baru-baru ini karena potensi bahayanya bagi kesehatan. Meskipun demikian, galon yang mengandung BPA masih tersedia di pasaran.
Profesor farmasi dari Universitas Airlangga (Unair), Prof. Junaidi Khotib SSi MKes PhD Apt, memberikan tanggapannya mengenai masalah ini, menjelaskan bahwa kontroversi seputar galon yang mengandung BPA sudah ada sejak tahun 2020.
Prof. Junaidi menjelaskan bahwa BPA adalah senyawa sintetis yang digunakan dalam pembuatan polimer polikarbonat, yang digunakan dalam kemasan plastik. Senyawa BPA bisa berpindah ke dalam makanan atau minuman yang terdapat dalam kemasan plastik tersebut, terutama jika terpapar sinar matahari, suhu tinggi, atau perubahan tingkat keasaman air.
Polikarbonat juga telah terbukti menjadi senyawa pengganggu sistem endokrin yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti diabetes, kanker, tekanan darah tinggi, gangguan fertilitas, dan gangguan perkembangan anak. Pemerintah Indonesia telah menetapkan ambang batas senyawa BPA yang dilepaskan dari galon sebanyak 0,6 ppm, tetapi ambang batas ini masih tinggi jika dibandingkan dengan standar Eropa yang hanya 0,05 ppm.
Prof. Junaidi menekankan bahwa konsumsi harian yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah kurang dari 0,0002 mikrogram/kg/hari. Menurunkan ambang batas senyawa BPA yang dilepaskan dapat membuat makanan dan minuman lebih aman.
Meskipun penggunaan galon yang mengandung BPA tidak menjadi masalah besar jika tidak ada gangguan tubuh yang muncul, Prof. Junaidi mendorong penggunaan galon yang aman dalam jangka panjang. Dia juga menyarankan pemerintah untuk memberikan label produk yang mengandung BPA untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Prof. Junaidi mengungkapkan bahwa bahan plastik yang aman saat ini adalah Polietilen Tereftalat (PET), yang dapat dikenali dengan nomor siklus 1 pada botol plastik. Dia berpesan kepada masyarakat untuk bijak dalam memilih makanan dan minuman sehari-hari dan mendukung upaya pengaturan penggunaan BPA untuk menjaga keamanan masyarakat.
Pakar farmasi ini berpendapat bahwa tanggung jawab sosial juga melekat pada pelaku industri, yang harus memberikan informasi lengkap tentang kandungan polikarbonat yang berpotensi melepaskan BPA dalam produk mereka. (usm/ted)