Banjarmasin (pilar.id) – Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap dua anak kandungnya di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengundang perhatian publik.
“Jika melihat perbuatannya maka pidana tambahan berupa hukuman kebiri pantas dijatuhkan,” tegas Kepala Satuan Reskrim Polresta Banjarmasin Kompol Thomas Afriandi, Rabu (10/5/2023).
Menurut Kompol Thomas, pelaku harus mendapat hukuman tambahan berupa kebiri kimia karena telah melakukan tindakan yang menimbulkan korban dan bahkan menyerang anak kandungnya sendiri.
Tindakan kebiri kimia sendiri diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain dengan maksud menurunkan hasrat seksual dan libido pada seseorang. Hukuman kebiri kimia dapat dilaksanakan setelah terpidana menyelesaikan pidana pokok.
Pelaku I telah melakukan perbuatan bejat terhadap kedua anak kandungnya yang berinisial D dan H. Anak pertamanya, yakni D, disetubuhi sejak 2015. Kini, D sudah berusia 22 tahun. Sementara anak kedua, H, yang berusia 15 tahun, disetubuhi beberapa bulan yang lalu.
Kasus ini terungkap setelah tiga hari kematian istri pelaku. Keluarga akhirnya melapor pada polisi melalui pengaduan Call Center 110. Diketahui, ibu korban sebetulnya sudah mengetahui perbuatan suaminya, tetapi tidak berani melapor.
“Dari laporan tersebut, langsung ditindaklanjuti jajaran Polsek Banjarmasin Selatan dan akhirnya ditemukan dugaan tindak pidana Persetubuhan Terhadap Anak Dibawah Umur,” ujar Kompol Thomas Afriandi.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap korban oleh unit PPA Sat Reskrim Polresta Banjarmasin, dugaan mengarah kepada si terlapor yang tak lain adalah ayah anak itu sendiri. “Pelaku kita amankan di rumahnya. Saat itu juga tengah suasana duka peringatan meninggalnya istri terlapor,” katanya.
Pelaku dijerat Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar diberikan kepada pelaku. Namun, karena pelaku adalah orang tua, maka pidana akan ditambah sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. (mad/hdl)