Jakarta (pilar.id) – Kampanye jalur hijau yang inisasi Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mendorong masyarakat, khususnya di Jabodetabek, untuk mengurangi polusi udara dengan penggunaan kendaraan bermotor dan beralih menggunakan angkutan massal serta berjalan kaki dan bersepeda.
Kendati telah dimulai sejak 2019, kampanye ini masih belum sepenuhnya berjalan optimal. Terlihat dari Data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya dimana indeks kemacetan di Jakarta pada awal 2023 diperkirakan di atas 50 persen atau hampir sama sebelum pandemi yaitu 53 persen.
“BPTJ juga sudah beberapa ambil langkah cuma dari sekian kebijakan dikoordinasikan dengan Pemprov DKI sekarang akan ada massive dalam tahun kedepan ada LRT dari Bekasi dari Cibubur untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum yang nyaman dengan standar modern,” ungkap Direktur Angkutan BPTJ, Tatan Rustandi, Kamis (15/2/2023).
Namun, lanjutnya di satu sisi pihaknya mendorong anak-anak muda budaya naik angkutan umum sebagai gaya hidup, sebab angkutan umum apabila telah dimodernisasi akan merubah peradaban berperilaku dalam kegiatan sehari-hari.
“Selanjutnya harus ada kesetaraan layanan, tidak hanya di Jakarta tetapi di Bodetabek. Transjakarta itu harus dibangun di Bodetabek,” tambahnya.
Tatan mencontohkan tren masyarakat di Kota Bogor yang saat ini sangat tergantung terhadap pelayanan by the service atau Bis Kita. Ia menyebut, saat ini ada 21 ribu penumpang setiap harinya sebagai bukti gaya hidup di Kota Bogor telah terbiasa menggunakan angkutan umum.
“Peradaban akan terjadi bila pemerintah memperkenalkan angkutan dengan standar yang nyaman tepat waktu dan tentu keamanan serta berkeselamatan,” terangnya.
Selain itu, kemudahan terhadap angkutan umum yang didukung sistem transportasi yang baik juga harus diciptakan juga harus diciptakan. Karenanya, harus ada kesetaraan dan keseimbangan dalam mengambil keputusan mengembangkan angkutan umum.
Sementara itu, Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati mengungkapkan untuk menarik anak-anak muda beralih naik transportasi umum bisa dimulai dengan membiasakan sejak dini dengan bersepeda, jalan kaki, naik angkutan umum sebagai hal yang lumrah.
“Lalu perlu juga dipikirkan menunda mendapatkan lisensi surat izin mengemudi (SIM). Jadi dapat SIM itu memang harus susah banget dan kalau perlu ditunda. Peran orang tua membangun cara pandang bahwa naik kendaraan umum aman, nyaman, fasilitas oke itu juga perlu,” urai dia.
Di samping itu, persoalan persepsi status anggapan dimana orang yang naik mobil itu orang sukses harus dihilangkan. Pasalnya, berdasarkan riset sejak 2007-2022 tren flexing di sosial media yang menampilkan atribut kemewahan salah satunya dengan mobil menjadi satu hal yang membuat orang malas naik angkutan umum. (riz/hdl)