Jakarta (pilar.id) – Seiring dengan mendekati momen halving yang diprediksi akan terjadi pada tanggal 20 April mendatang, harga Bitcoin tercatat mengalami penurunan pada Kamis (18/4/2024). Penurunan ini mencapai lebih dari 3,84 persen menjadi 61.309 Dollar AS.
Aset kripto terbesar di dunia ini telah mengalami penurunan lebih dari 13,05 persen dalam tujuh hari terakhir dan lebih dari 10,31 persen dalam satu bulan terakhir.
Menurut pendapat Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, penurunan harga Bitcoin ini memiliki sejumlah faktor yang mempengaruhi, terutama meningkatnya ketegangan konflik antara Iran dan Israel serta keyakinan The Fed yang tidak mungkin menurunkan suku bunga secara terburu-buru pada tahun ini.
“Selain itu, investor di pasar kripto tengah menantikan momen halving. Secara historis, halving ini cenderung meningkatkan harga, namun dengan harga Bitcoin yang baru-baru ini mencapai titik tertinggi dalam sejarah, keraguan muncul. Halving diharapkan akan meningkatkan harga BTC dalam jangka panjang, namun sebelum itu, Bitcoin mungkin akan mengalami fluktuasi lebih lanjut dan kemungkinan akan terus mengalami penurunan,” ungkap Fyqieh.
Fyqieh menjelaskan bahwa secara historis, harga Bitcoin cenderung mengalami penurunan menjelang halving, sebelum akhirnya mendapatkan momentum untuk melonjak naik. Bitcoin bergerak dari fase Pre-Halving Rally menuju fase “Pre-Halving Retrace” yang cenderung terjadi 28 hingga 14 hari sebelum peristiwa halving. Fase ini biasanya mengakibatkan penurunan harga sebesar 38 persen dan 20 persen pada tahun 2016 dan 2020.
“Bagi investor yang ingin melakukan akumulasi aset seperti Bitcoin, mungkin strategi DCA (Dollar Cost Averaging) bisa menjadi pilihan untuk mengurangi volatilitas Bitcoin dalam waktu dekat. Strategi DCA memungkinkan investor untuk membeli Bitcoin secara konsisten dan mengurangi risiko harga yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Selain itu, investor juga perlu memperhatikan tren historis dan analisis teknis untuk menentukan waktu yang tepat untuk masuk dan keluar dari pasar,” saran Fyqieh.
Meskipun kemungkinan akan terjadi koreksi harga Bitcoin dalam waktu dekat, prospek jangka panjangnya terlihat bullish. Setelah melewati fase Pre-Halving Retrace, Bitcoin diperkirakan akan memasuki fase akumulasi ulang yang mungkin berlangsung selama hampir 5 bulan. Rentang waktu akumulasi ini dapat menjadi pendorong bagi harga Bitcoin untuk mencapai ATH (All-Time High) baru.
“Banyak investor mungkin merasa terguncang di fase ini karena kebosanan, ketidak sabaran, dan kekecewaan atas hasil investasi Bitcoin mereka yang tidak sesuai harapan setelah Halving. Namun, setelah Bitcoin keluar dari fase akumulasi ulang, biasanya terjadi lonjakan harga yang signifikan. Selama fase ini, Bitcoin mengalami percepatan pertumbuhan menuju titik tertinggi baru sepanjang masa,” papar Fyqieh.
“Faktanya, reli panjang selalu terjadi setelah peristiwa halving, yang biasanya berlangsung selama 6-18 bulan. Pergerakan harga pada halving sebelumnya mendukung pandangan ini: Bitcoin naik rata-rata 61 persen dalam enam bulan menjelang halving sebelumnya, dan naik rata-rata 348 persen dalam enam bulan setelah halving,” tambahnya.
Adanya ETF (Exchange-Traded Fund) BTC spot kemungkinan dapat mempercepat tren kenaikan harga BTC dan menciptakan kondisi pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini karena ETF BTC akan terus membeli lebih banyak Bitcoin, sehingga membebani pasokan Bitcoin.
Harga Bitcoin saat ini memiliki dukungan yang kuat di dekat angka 60 ribu Dollar AS. Jika harga Bitcoin gagal menguji support tersebut dan berada di bawahnya, maka kemungkinan akan turun ke 58 ribu Dollar AS. Namun, pada sisi positifnya, jika harga Bitcoin naik, maka akan menemui resistensi di level 73.662 Dollar AS dan 77.080 Dollar AS, yang mungkin akan menghambat kenaikan harga lebih lanjut. (hdl)