Jakarta (pilar.id) – UN Global Pulse dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas telah merayakan lebih dari satu dekade keberhasilan Pulse Lab Jakarta.
Perayaan ini mencakup diskusi para ahli mengenai pentingnya data inklusif dan pengenalan lima prinsip inovasi data Quintet of Change untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Pada tanggal 22-23 Juni 2023, diskusi ini mengangkat dua topik utama, yaitu ‘Inovasi Data Inklusif untuk Masa Depan Digital yang Berkeadilan’ dan ‘Katalisasi Inovasi melalui Lima Prinsip Perubahan Inovasi Data ‘Quintet of Change’ di Asia Pasifik’.
Pulse Lab Jakarta didirikan pada tahun 2012 sebagai hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi G20 tahun 2008 yang mendorong respons terhadap krisis global, termasuk krisis finansial dan perubahan iklim.
Kersten Jauer, Wakil Direktur Perencanaan Strategis dan Monitoring, Kantor Eksekutif Sekretaris Jenderal PBB, mengungkapkan bahwa Indonesia sebagai ketua negara-negara ASEAN dan mitra pembangunan global telah berhasil dalam upaya pembangunan, salah satunya ditunjukkan oleh prestasi Pulse Lab Jakarta selama 10 tahun.
Dengan prestasinya, Pulse Lab Jakarta telah berubah menjadi UN Global Pulse Asia Pasifik yang bertujuan untuk memfasilitasi akselerasi kemitraan analitik yang lebih luas. Langkah ini sejalan dengan meningkatnya peran Asia Pasifik sebagai kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan pengguna akses digital yang signifikan di tingkat global.
Valerie Julliand, Koordinator Tinggal PBB di Indonesia, menyatakan apresiasi PBB terhadap Pulse Lab Jakarta yang terus berinovasi dan mengedepankan penggunaan data dalam pekerjaan sehari-hari.
Data inklusif menjadi penting untuk pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran dengan melibatkan semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan. Integrasi data inklusif akan menghasilkan inovasi dan tinjauan strategis yang berkontribusi pada pembangunan di Asia Pasifik. Investasi dalam solusi inovatif ini perlu terus dikembangkan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Namun, penyediaan data inklusif masih dihadapkan pada berbagai tantangan lapangan. Widaryatmo, Perencana Ahli Madya, Direktorat PKPM, Kementerian PPN Bappenas, mengakui bahwa keterbatasan data menjadi hambatan bagi pemerintah dalam merencanakan dan mengimplementasikan program bantuan yang tepat sasaran.
Program-program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Insentif Pemerintah (BIP), dan Program Kartu Sembako, hanya dapat mencapai 45,7 persen penerima bantuan, yang lebih rendah dari target 50 persen.
Rahma Utami, Pendiri dan Direktur Pengetahuan Suarise, juga menyoroti kesulitan dalam mendapatkan data penyandang disabilitas. Dengan jumlah penyandang disabilitas sekitar 20 juta orang di Indonesia, pemetaan masalah dan tantangan kelompok ini perlu ditingkatkan.
Data tersebut dapat digunakan dalam berbagai hal, termasuk penelitian, disertasi, usaha sosial, dan bahkan untuk data pemilu tahun depan. Kolaborasi semua pihak diperlukan untuk mengumpulkan data inklusif yang lengkap dan mudah diakses.
UN Global Pulse Asia Pasifik akan menerapkan prinsip inovasi data “Quintet of Change” (1) Inovasi, (2) Data, (3) Digital, (4) Strategic Foresight, dan (5) Ilmu Perilaku Manusia untuk mempercepat pencapaian SDGs. Prinsip-prinsip ini bertujuan menghasilkan tinjauan strategis dalam menghadapi tantangan pembangunan di masa depan. Penerapan prinsip ini akan menciptakan sistem pengumpulan data yang terstandarisasi, cepat, dan kredibel. Data ini akan mendukung pembuatan kebijakan berdasarkan bukti dan fakta.
Faizal Thamrin, Kepala Inovasi Data dan Kebijakan, United Nations Global Pulse – Pulse Lab Jakarta, menambahkan bahwa UN Global Pulse Asia Pasifik akan menggunakan Quintet of Change untuk mempercepat inovasi di kawasan Asia Pasifik.
Ia juga mengajak semua pihak untuk menjelajahi mata rantai Quintet of Change dan merumuskan peta jalan inovatif dan sejahtera bagi kawasan Asia Pasifik. (hdl)