Bima yang malang. Setelah menuai kontroversi, baik caci maki atau dukungan terkait pernyataannya tentang Lampung, kini ia lebih banyak mendapat respon negatif gara-gara pernyataannya tentang Megawati dan Presiden Pertama RI, Ir Sukarno.
Di Twitter, sejumlah orang yang dulu mengaku mendukung dalam kasus Lampung, kini berbalik melawan. Mulai dari peringatan dengan bahasa yang santun, hingga peringatan bernada keras karena Bima dinilai tidak sensitif, minim referensi, bahkan dianggap gagal memahami etika dan penghormatan pada orang tua.
Lalu Ezki Suyanto, lewat akun twitternya @ezkisuyanto, membuat catatan, “Bocil ini sudah kena star syndrome. Kalau berkuasa akan fasis karena diksi yang dia pakai bukan yang dipakai aktivis demokrasi”.
“Dia bukan aktivis demokrasi,” tegas Ezki. Twit ini diretweet 217 kali, quotes 273 kali, like 1.577 kali, dan bookmark 128 kali.
Ya, ini pernyataan yang sangat menarik bagi saya. Istilah star syndrome, merujuk pada kondisi di mana seseorang, biasanya selebriti atau publik figur, mengalami peningkatan egosentrisme dan kepercayaan diri yang berlebihan karena popularitas dan kekayaan mereka.
Orang yang mengalami star syndrome cenderung merasa bahwa mereka di atas aturan dan norma sosial, dan mereka dapat merasa dikejar-kejar oleh penggemar dan media.
Kondisi ini dapat mempengaruhi perilaku mereka dan hubungan sosial mereka, dan dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan kecanduan narkoba, alkohol, atau perilaku merusak lainnya.
Star syndrome juga bisa menimpa siapa saja, termasuk kita orang biasa saja yang tiba-tiba terkenal karena pernyataan atau foto yang viral di media sosial.
Ketika seseorang tiba-tiba mendapatkan popularitas yang besar, terutama jika itu tidak diharapkan atau diantisipasi, mereka dapat terjebak dalam perasaan egosentrisme dan kepercayaan diri yang berlebihan yang merupakan ciri dari star syndrome.
Ya, fenomena tiba-tiba terkenal dan mendapatkan banyak dukungan dapat membuat seseorang merasa terlalu percaya diri. Hal ini bisa menyebabkan seseorang menjadi kurang berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya dan melanggar etika atau menyakiti perasaan orang lain.
Ketika seseorang merasa memiliki banyak pengikut atau dukungan, mereka mungkin merasa terlindungi atau kebal terhadap kritik atau konsekuensi dari tindakan mereka.
Sebagai orang yang sadar atau tidak telah masuk dalam ruang publik figur, ia harus bertanggung jawab atas pernyataan dan tindakan mereka.
Popularitas dan dukungan tidak membebaskan seseorang dari tanggung jawab sosial mereka. Jika seseorang membuat pernyataan yang kontroversial atau melanggar etika, mereka harus mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka dan meminta maaf jika diperlukan.
Tanggung jawab sosial sangat penting bagi seseorang yang memiliki popularitas dan dukungan publik. Hal ini karena ketika seseorang menjadi terkenal, mereka memiliki pengaruh dan dampak yang lebih besar pada masyarakat dan lingkungan sekitar mereka.
Oleh karena itu, mereka harus bertanggung jawab atas tindakan dan pernyataan mereka, serta mempertimbangkan implikasi sosial dari tindakan mereka.
Tanggung jawab sosial melibatkan pemahaman dan pengakuan bahwa kita sebagai individu memiliki kewajiban moral dan etis kepada masyarakat di sekitar kita. Hal ini meliputi tanggung jawab kita untuk meminimalkan dampak negatif dari tindakan kita dan meningkatkan dampak positif yang kita hasilkan.
Dalam konteks popularitas, seseorang yang menjadi terkenal memiliki pengaruh yang besar pada masyarakat, khususnya penggemar dan pengikut mereka. Oleh karena itu, mereka harus bertanggung jawab atas tindakan dan pernyataan mereka dan mempertimbangkan implikasi sosial dari tindakan mereka.
Tanggung jawab sosial juga melibatkan keberanian untuk berbicara dan bertindak dengan integritas dan memperjuangkan nilai-nilai yang kita percayai. Hal ini memastikan bahwa kita berkontribusi pada masyarakat yang lebih baik dan membantu menciptakan perubahan positif dalam lingkungan di sekitar kita.
Dalam sejarah dunia, termasuk di Indonesia, kasus star syndrome terjadi beberapa kali. Ada Marilyn Monroe, selebriti paling ikonik pada abad ke-20, yang mengalami tekanan dan kesedihan yang parah karena star syndrome yang dideritanya.

Kondisi ini membuatnya menjadi tergantung pada narkoba dan alkohol, dan akhirnya meninggal karena overdosis pada usia 36 tahun.
Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesehatan mental dan perilaku yang sehat, bahkan ketika kita berada di puncak popularitas.
Lalu Michael Jackson, King of Pop yang memiliki pengaruh besar pada musik dunia, namun ia juga mengalami star syndrome yang parah. Kondisi ini membuatnya terobsesi dengan operasi plastik dan penampilan.
Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara karier publik dan kehidupan pribadi, serta menjaga hubungan sosial yang sehat.
Lalu ada Raffi Ahmad, selebriti Indonesia yang sangat populer, namun ia juga pernah mengalami kasus star syndrome yang mengkhawatirkan.
Ia pernah ditangkap polisi karena mengemudi dalam keadaan mabuk, dan juga mengalami kontroversi terkait perilakunya di media sosial. Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga perilaku yang etis dan bertanggung jawab, serta menjadi contoh yang baik bagi penggemar dan masyarakat umum.
Lalu selebriti lain yang tergila-gila pada konten sehingga melakukan apa saja untuk menjaga popularitas sehingga tak lagi melihat apakah ini hal pantas atau tidak.
Apakah sesorang butuh kesiapan khusus saat berniat untuk terkenal? Nggak-lah! Secara teori, tidak ada kesiapan khusus yang dibutuhkan ketika seseorang ingin terkenal.
Namun, sebagai manusia, kita perlu mempersiapkan diri secara mental dan emosional untuk menghadapi popularitas yang tiba-tiba. Kita perlu memahami bahwa popularitas dapat memiliki konsekuensi yang serius pada kesehatan mental, hubungan sosial, dan perilaku kita.
Oleh karena itu, sebelum kita berusaha untuk menjadi terkenal, penting bagi kita untuk mengevaluasi motivasi kita dan mempersiapkan diri dengan baik.
Misal dengan mempertimbangkan apa tujuan kita. Langkah awal ini perlu dilakukan agar kita menemukan formulasi awal, apa yang ingin kita capai dengan popularitas. Sukur-sukur itu memang sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan hidup kita.
Hal lain, mempersiapkan diri secara mental dan emosional untuk menghadapi popularitas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan keterampilan coping dan menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan karier publik.
Aspek lain yang tak kalah penting adalah meningkatkan pemahaman pada tanggung jawab sosial yang melekat pada popularitas dan memastikan bahwa kita bertindak dengan etika dan bertanggung jawab.
Selebihnya, tentu saja, sebelum mencoba untuk menjadi terkenal, pastikan bahwa Anda memiliki keterampilan atau bakat yang cukup untuk mendukung karier publik Anda.
Terakhir, jangan membiarkan popularitas memengaruhi penghargaan diri Anda. Ingatlah bahwa popularitas bukanlah segalanya, dan penting bagi kita untuk tetap rendah hati dan bersyukur atas apa yang kita miliki.
Secara keseluruhan, seseorang tidak perlu persiapan khusus untuk menjadi terkenal, namun sangat penting bagi kita untuk mempersiapkan diri secara mental dan emosional untuk menghadapi popularitas yang tiba-tiba.
Penting juga untuk mempertimbangkan motivasi kita dan memastikan bahwa kita bertindak dengan etika dan bertanggung jawab dalam setiap tindakan kita sebagai publik figur. ***