Sidoarjo (pilar.id) – Ada yang berbeda di salah satu sisi taman alun-alun Sidoarjo yang biasanya menjadi tempat menghabiskan sore hari atau sekedar berjalan-jalan. Setiap Minggu sore, akan ada kegiatan dari komunitas Save Children Foundation (SCF).
Komunitas ini berdiri ketika beberapa mahasiswa menyadari bahwa di kota mereka, cukup banyak anak jalanan yang pendidikannya kurang beruntung. Atas kesadaran itulah mereka mula-mula mencari dan mengajak anak-anak jalanan untuk ikut kegiatan yang mereka adakan di alun-alum Sidoarjo, tak lama terbentuklah komunitas SCF Sidoarjo pada bulan Mei 2015. Semula memang sulit, hal itu dinyatakan oleh Reza selaku ketua SCF Sidoarjo.
“Dulu relawan hanya berjumlah 8 orang dan mengajar di tempat seadanya, tanpa tikar sebagai alas, tanpa papan sebagai media pembelajaran, bahkan satu kertas hvs harus dibagi menjadi banyak bagian dan 4 pensil digunakan bergilir”, kenang ketua SCF itu.
Hal yang membuat komunitas ini dapat bertahan sampai saat ini, karena mereka memiliki tujuan untuk menghilangkan pandangan buruk masyarakat terhadap para anak jalanan yang seharusnya di beri perhatian lebih namun masyarkat sering menilai anak jalanan sebelah mata, seperti tidak beretika, tidak berpendidikan dan penilaian buruk lainnya.
Reza mengatakan terdapat beberapa program selain pembelajaran di Minggu sore. Kegiatan di minggu sore setiap pertemuannya berbeda, tergantung dari inisiatif anggota pengurus, terkadang ngaji, mewarnai, membatik, melukis dan pelajaran dasar lainnya
“Biasanya kita mengadakan Sunday Morning, Sunday morning itu kita membuat suatu hasil karya atau jual baju bekas, nanti hasil penjualannya kita gunakan untuk SCF sendiri,”jelasnya
Tak hanya Sunday Morning dan pertemuan setiap minggu sore di Monumen Jayandaru, namun juga ada kegiatan kejar paket yang khusus untuk anak-anak yang belum lulus, atau pendidikannya putus di tengah jalan.
“Kegiatan ini lebih memfokuskan mempelajari pelajaran yang mengarah ke UNAS dan kami juga bekerjasama dengan badan yang menyediakan ujian paket,” paparnya.
Selain itu, kesulitan yang harus dihadapi ketika anak didik tiba-tiba menghilang dengan beralasan untuk tidak ikut kelas kejar paket yang semula ditekuni dengan semangat. Lebih lanjut, Reza bercerita saat mengajarpun, anak-anak tidak bisa diam, dari keluar dari kelompok belajarnya dan berlarian saat dikasih materi pembelajaran.
“Ada juga orang tua yang tidak mengijinkan anaknya untuk ikut kegiatan tersebut, karena mereka hanya ingin anaknya berfokus untuk mencari uang saja, tanpa memikirkan pendidikan anaknya. Tetapi ada juga orang tua yang mengantar dan menunggu anaknya,” jelasnya.
Adanya komunitas ini, Reza berharap anak-anak jalanan juga memiliki kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan, walau tak secara formal.
“Setidaknya mereka punya pengetahuan dasar dan keterampilan. Dalam SCF bukan hanya anak didiknya yang harus bersosial terhadap teman-temannya, namun kakak-kakak relawan juga harus mampu menciptakan ruang sosial juga,” tutup Reza. (jel)