Jakarta (pilar.id) – Pengacara Mantan Kapolda Sumatera Barat dan Calon Kapolda Jawa Timur, Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Saat tuntutan untuk Teddy Minahasa dibacakan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023), Hotman Paris Mengaku sempat naik darah.
Padahal sebelum persidangan berlangsung, Hotman Paris mengaku sudah memprediksi bahwa Irjen Pol Teddy Minahasa akan dituntut hukuman berat.
“Jelas, dong kalau dihukum mati, tensi kami agak naik itu wajar. Kan, pada saat itu masih pikirin klien,” ungkap Hotman Paris yang merupakan kuasa hukum Teddy Minahasa.
Teddy Minahasa yang sempat menjadi Kapolda Jatim selama satu minggu dan kemudian ditangkap sebelum proses pelantikan, diadili atas kasus dugaan penyelewengan narkoba jenis sabu-sabu.
Jaksa menganggap Teddy Minahasa bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2)Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidaha (KUHP).
Teddy Minahasa diduga menjadi inisiator yang memerintahkan anak buahnya saat masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat untuk menyisihkan narkoba jenis sabu-sabu seberat lima kilogram.
Teddy Minahasa diduga telah memerintahkan Dody Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menukar barang bukti kasus narkoba jenis sabu dengan tawas.
Narkoba yang oleh Teddy diperintahkan agar diganti dengan tawas tersebut diketahui merupakan bagian dari 41,4 kilogram sabu-sabu, barang bukti kasus narkoba yang diungkap Polres Bukittinggi tahun 2022 lalu.
Hotman Paris yang ditunjuk sebagai pengacara Teddy Minahasa sudah menduga bahwa kliennya akan diberikan hukuman berat.
Prakiraan tersebut oleh Hotman Paris didasarkan pada tuntutan yang telah diberikan JPU pada aDody Prawiranegara berupa hukuman penjara 20 tahun.
“Kalau ada tuntutan dari jaksa yang berat itu sudah kami prediksi sebelumnya,” ungkap Hotman Paris jelang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023) kemarin.
Namun, ia tak menduga bahwa tuntutan yang diberikan adalah hukuman mati. Jaksa memutuskan untuk memberikan tuntutan hukuman mati karena menilai Teddy Minahasa telah mengkhiatanati kepercayaan dari Presiden Republik Indonesia.
“Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkoba,” terang salah satu jaksa saat pembacaan tuntutan dalam persidangan di PN Jakbar Kamis (30/3/2023) kemarin.
Meski begitu, Hotman Paris mengaku telah menyiapkan langkah-langkah pembeleaan untuk Teddy Minahasa lewat pledoi di persidangan.
Salah satu strategi yang akan digunakan Hotman Paris dalam pledoinya adalah menyoroti surat dakwaan yang menurut Hotman Paris berstatus batal demi hukum.
“Kami nanti akan terutama fokus ke arah pelanggaran hukum acara yang serius yang menurut Undang-Undang Hukum Acara tidak boleh dilanggar, akibatnya dakwaan batal demi hukum,” terang Hotman.
Selain itu, Hotman Paris juga menyebut bahwa barang bukti sabu-sabu yang menjerat Teddy Minahasa belum tentu sama dengan barang bukti sabu yang ada dai Kejaksaan Negeri Agam.
Dimana, sabu-sabu tersebut merupakan barang bukti yang telah diperintahkan oleh Teddy Minahasa agar diganti dengan tawas oleh Kapolres Bukittinggi.
Pasalnya, Teddy Minahasa tidak yakin bahwa barang bukti sabu yang saat ini menjerat dirinya adalah sabu-sabu yang sama seperti yang ada di Kejari Agam.
Di sisi lain, Hotman Paris juga menyoroti penggunaan penggalan percakapan di aplikasi Whatsapp yang dijadikan sebagai salah satu alat bukti di persidangan dan alat bukti untuk menuntut Teddy Minahasa.
Dimana, alat bukti berupa percakapan Whastapp tersebut juga sempat menjadi perbincangan yang ramai di media sosial.
Hotman Paris menilai bahwa seharusnya, percakapan Whatsapp tersebut ditampilkan secara menyeluruh. Bukan hanya sebatas potongan saja.
“Paling fatal adalah pelanggaran Undang-Undang ITE yang mengatakan bahwa bukti chatting harus diforensik dulu baru ditanyakan kepada para saksi,” tegas Hotman Paris.
Lebih lanjut, Hotman Paris juga menyatakan bahwa barang bukti berupa percakapan Whatsapp atau percakapan melalui pesan singkat lainnya harus ditampilkan secara utuh sebagaimana tercantum di Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE.
“Enggak boleh dipenggal-penggal,” katanya. (fat)